Apa yang ada dalam pikiranmu ketika malam tak berlampu hanya sebatang lilin nanar di balik kelambu?
Secangkir teh yang tak lagi hangat digigit udara dingin ngilu beku
Tak ada kunang-kunang yang berpendar melambung rendah di pematang sawah karena pestisida jahanam membantai kaum mereka
Sunyi surau karena santri tak lagi mengaji dikejar tugas matematika
Sepi tangis bayi disumpal botol berisi susu sapi inseminasi
Sekali dua derit panjang ranjang desah hela nafas memburu suami istri
Dan di emperan halte si gila terlelap dalam mimpi surealistik
Dikeroyok bidadari berkimono sutera bermotif batik
Bandung, 30 Januari 2014
Selasa, Februari 18, 2014
Madah Hijrah
Mungkin buat kalian kisah hidupku semurah roman picisan
Hingga perlu ditabur bumbu penyedap kabar angin selaksa topan
Atau karena bahagia ku sebagai manusia biasa terlalu transparan
Maka kalian tuangkan hitam dengki biru sendu dan kelabu muram?
Ku arungi ujung semesta sebagai makhluk papa tak bernama
Melingkar jalan menjauh tak tergaris di peta
Agar wabah yang kalian tularkan tak menjadi kusta
Buntungkan jari pemetik dawai kecapi ratapan jiwa
Lumpuhkan lidah penyair penggubah indah madah sonata
Memasung tungkai pengelana berikut terompah usang dan pelana unta
Semakin kalian coba mendekat membuhul jerat memasang perangkap
Naluri bertahan insan terdesak kan menjadikan ku tak kasat mata hilang lenyap
Biarkan aku menapak hitungan hari sisa usia
Bersama dia yang mencinta dan kucinta
Maka kan kubebaskan dosa kalian dalam sebuah doa
Bandung, 29 Januari 2014
Hingga perlu ditabur bumbu penyedap kabar angin selaksa topan
Atau karena bahagia ku sebagai manusia biasa terlalu transparan
Maka kalian tuangkan hitam dengki biru sendu dan kelabu muram?
Ku arungi ujung semesta sebagai makhluk papa tak bernama
Melingkar jalan menjauh tak tergaris di peta
Agar wabah yang kalian tularkan tak menjadi kusta
Buntungkan jari pemetik dawai kecapi ratapan jiwa
Lumpuhkan lidah penyair penggubah indah madah sonata
Memasung tungkai pengelana berikut terompah usang dan pelana unta
Semakin kalian coba mendekat membuhul jerat memasang perangkap
Naluri bertahan insan terdesak kan menjadikan ku tak kasat mata hilang lenyap
Biarkan aku menapak hitungan hari sisa usia
Bersama dia yang mencinta dan kucinta
Maka kan kubebaskan dosa kalian dalam sebuah doa
Bandung, 29 Januari 2014
She Will Be Loved
dalam malam diguyur deras hujan
di sudut cahaya temaram lampu jalanan
berpendar lesu memayungi bangku taman rusak
mengintai sepenggal senyum yang retak
Bandung, 27 Januari 2014
Litani Pedih Hati
Masa lalu hanyalah rumor
Tapi acap mengganas bak tumor
Karena dinasab perawi berlidah ular
Yang sesuci tahi dan sebenar dajjal
Kau hanya perlu tersenyum
Dan menelan airmata darah
Diam dalam mahfum
Amarah ditindas pasrah
Bandung, 27 Januari 2014
Tapi acap mengganas bak tumor
Karena dinasab perawi berlidah ular
Yang sesuci tahi dan sebenar dajjal
Kau hanya perlu tersenyum
Dan menelan airmata darah
Diam dalam mahfum
Amarah ditindas pasrah
Bandung, 27 Januari 2014
Dancing Queen
Tengah ahad berlindung pada tatap surya yang sebelumnya dirindu
Setelah kidung lama tak lagi menyusup kalbu
Setiap hari baru adalah sesuatu
Ah.....l'amour, comment vas-tu?
Bandung, 26 Januari 2014
Setelah kidung lama tak lagi menyusup kalbu
Setiap hari baru adalah sesuatu
Ah.....l'amour, comment vas-tu?
Bandung, 26 Januari 2014
Haiku Satu Sabtu
Pekan dihujung malam mengingatkan akan lelaki yang membungkus sunyi dengan komedi dan puisi
Yang menyusur peta berskala tak terhingga demi kehangatan secangkir kopi dikecup bibir berdua
Pagut dalam selimut mengusir tiris musim hujan didihkan hasrat ragawi
Menjemput pagi di balik gunung dengan separuh nanar tersandung bahagia
Bandung, 24 Januari 2014
Yang menyusur peta berskala tak terhingga demi kehangatan secangkir kopi dikecup bibir berdua
Pagut dalam selimut mengusir tiris musim hujan didihkan hasrat ragawi
Menjemput pagi di balik gunung dengan separuh nanar tersandung bahagia
Bandung, 24 Januari 2014
Daur Semesta
Monolog ketika kau dan aku berdialog sebagai satu. Satu yang ambigu disebabkan pantulan cermin konkaf pada titik api suryakanta pembaca surat madah sukma pelaut baya yang telah melempar sauh pinisi purba di tepi batas cakrawala dan kembali sebagai muda belia pelontar harpun memburu cakalang raksasa di sembilan samodera. Samodera kelima dan ketujuh gaib ke alam bunian tempat bertahta puteri hijau yang konon rupa eloknya ditapis sembilan puluh sembilan cadar rupaneka warna tapi kurang selapis sehingga penapisan tak jimat suatu apa karena paras rupawati puteri berseri menggapai negeri naga langit. Langit tempat naga memasygulkan bulan dan memerintah sebagai tiran despot bercakar baja dengan sisik uranium terjerat biru rindu akan raut peri puteri hijau yang berkuasa di negeri yang laun hilang. Hilang dalam suara gumam revolusi bintang ziarah ketiga bola cahaya di kuadran luar kisaran bintang laksana drama hipotesis sesuatu monolog.
Bandung, 24 Januari 2014
Bandung, 24 Januari 2014
Majelis Sahib
Mengacu pada hikayat hikmah
Kupucukkan senda di tingkap ramah
Bertiga kekasih dan sahabat
Luap pada cangkir teh bandrek hangat
Bandung, 23 Januari 2014
Kupucukkan senda di tingkap ramah
Bertiga kekasih dan sahabat
Luap pada cangkir teh bandrek hangat
Bandung, 23 Januari 2014
Hikmah Hijrah
Hidup begitu indah setelah ku hijrah tinggalkan pengeluh kesah penabur fitnah pelara gundah
Hidup menjadi berarti kini sesudah ku pergi ceraikan pengingkar janji pendusta hati pemilik dengki
Ku punyai hati yang mencinta dan dicinta di setiap edaran masa sepanjang kisah sejarah
Ku dapatkan kasih murni tak bertepi tanpa pamrih mampukan ku lalui dini hari ufuk mentari senja kala malam tak lagi sunyi
Tlah kulambaikan tangan pemisah ke masa silam yang tak terlupakan namun tak lagi getir menekan
Karena hidup begitu indah, sungguh syukur nikmat yang kurasakan
Bandung, 22 Januari 2014
Hidup menjadi berarti kini sesudah ku pergi ceraikan pengingkar janji pendusta hati pemilik dengki
Ku punyai hati yang mencinta dan dicinta di setiap edaran masa sepanjang kisah sejarah
Ku dapatkan kasih murni tak bertepi tanpa pamrih mampukan ku lalui dini hari ufuk mentari senja kala malam tak lagi sunyi
Tlah kulambaikan tangan pemisah ke masa silam yang tak terlupakan namun tak lagi getir menekan
Karena hidup begitu indah, sungguh syukur nikmat yang kurasakan
Bandung, 22 Januari 2014
Mukadimah Hijrah
Katamu rusuk Rosinante di selangkanganmu menyemburkan adrenalin tiada henti
Mengajak tempur kincir angin negeri atas awan tipudaya kaum gergasi
Che, aku tak hendak sepertimu,
Karena bagiku tanda tanya ragu tak layak dimaktub dalam lagu
Meski kuakui nyata adanya amigos para siempre
Mengiringi dengan alegro pun andante
Tapi bukan mereka, yang semestinya laskar pelangi
Ternyata kau sangkakan mengulur jemari justru menujahkan belati berkali dan lagi
Maka jika tak ku jual setangkup maaf....
Sungguh karna ku tak sudi bukan khilaf
(daripadanya terucap mantra)
Bandung, 18 Januari 2014
Mengajak tempur kincir angin negeri atas awan tipudaya kaum gergasi
Che, aku tak hendak sepertimu,
Karena bagiku tanda tanya ragu tak layak dimaktub dalam lagu
Meski kuakui nyata adanya amigos para siempre
Mengiringi dengan alegro pun andante
Tapi bukan mereka, yang semestinya laskar pelangi
Ternyata kau sangkakan mengulur jemari justru menujahkan belati berkali dan lagi
Maka jika tak ku jual setangkup maaf....
Sungguh karna ku tak sudi bukan khilaf
(daripadanya terucap mantra)
Bandung, 18 Januari 2014
Hanya Kata
Hanya kata
Yang bermakna bagi majnun dan pujangga sastra
tanpa harga buat lanun serta penguasa mahkota
Hanya kata
Pemilik multi tafsir di hilir padang pasir
tanpa tarjamah tuk kelana musafir
Hanya kata
Bukan peluru, bukan pedang, dan bukan belati
Yang mampu menujah ke inti hati
Hanya kata....tanpa swara
Bandung, 12 Rabiul Awal 1435H
Yang bermakna bagi majnun dan pujangga sastra
tanpa harga buat lanun serta penguasa mahkota
Hanya kata
Pemilik multi tafsir di hilir padang pasir
tanpa tarjamah tuk kelana musafir
Hanya kata
Bukan peluru, bukan pedang, dan bukan belati
Yang mampu menujah ke inti hati
Hanya kata....tanpa swara
Bandung, 12 Rabiul Awal 1435H
Mendadak Elegi
Hidup bukan tuk disesali
Bukan sekali berarti sudah itu mati
Tidak serupa lilin kandil kemerlap
Seberkas cahaya di malam gelap
Karna tiap momen tak terbatas
Jumlah rangkuman sejarah probabilitas
Yang bagiku adalah hanya kamu
Sepuluh dimensi ruang satu waktu
Jagat raya dalam ayunan dawai
Yang muncul di benak saat melintasi Melawai
Dan menghasut ombak mencumbu pantai selatan
Senyum pecah di bibirmu membebat ingatan
Ingat daku meskipun kamu tak sungguh mau
Kenang dalam diam jika masaku tlah jauh berlalu
Biar pusaraku hanya sebaris doa darimu
Kan terkabar sebagai cerita cinta yang tersendu
Bandung, 11 Januari 2014
Hitam Merah Hijau Nila
Lembar hitam malam tak ternoda bintang
Satu misteri layak dikuak
Menyiasat jarak tak terbilang
Melampau renjana nan menggelegak
Karna sebab mata tlah merah
Menanggul kasmaran di ujung cakrawala
Diam bukan musabab musibah
Gelombang tinggi tertambat ekstrim cuaca
Dan perlahan menghablur kristal tosca
Kebolehjadian fotosintesis klorofil hijau rindu
Titipkan biji zarah dalam orbit ellipse sempurna
Sandi gitasmara menghalimun gairah terbelenggu
Hingga tersisa pesona lembayung
Gradasi nila menuju semburat ungu
Menyusun hela satu nafas terhuyung
Tak akui menyimpan bara cemburu
Mesti tak faham silsilah warna
Ku rajut kisah hitam, merah, hijau dan nila
Bandung, 10 Januari 2014
Satu misteri layak dikuak
Menyiasat jarak tak terbilang
Melampau renjana nan menggelegak
Karna sebab mata tlah merah
Menanggul kasmaran di ujung cakrawala
Diam bukan musabab musibah
Gelombang tinggi tertambat ekstrim cuaca
Dan perlahan menghablur kristal tosca
Kebolehjadian fotosintesis klorofil hijau rindu
Titipkan biji zarah dalam orbit ellipse sempurna
Sandi gitasmara menghalimun gairah terbelenggu
Hingga tersisa pesona lembayung
Gradasi nila menuju semburat ungu
Menyusun hela satu nafas terhuyung
Tak akui menyimpan bara cemburu
Mesti tak faham silsilah warna
Ku rajut kisah hitam, merah, hijau dan nila
Bandung, 10 Januari 2014
Titik Balik
Lensa buram dan sumbing sana sini
Tak mengaburkan pesonamu yang sudah
Meski jauh di bentang awan dan larik pelangi
Ku seduh sesachet kopi instan peluruh lelah
Untuk menjerat dering senyummu sebelum pagi
Yang membakar endorfinku berpantang kalah
Bandung, 8 Januari 2014
Tak mengaburkan pesonamu yang sudah
Meski jauh di bentang awan dan larik pelangi
Ku seduh sesachet kopi instan peluruh lelah
Untuk menjerat dering senyummu sebelum pagi
Yang membakar endorfinku berpantang kalah
Bandung, 8 Januari 2014
Keueung
Menyatukan serpihan pagi yang berserak di sudut perempatan
Sesekali geraman mesin kendaraan melintas melindas hening
Menyisakan lelah yang tertinggal dari awal pengembaraan
Mencuatkan rindu yang menyesak di sehelai sajadah kuning
Bandung, 4 Januari 2014
Sesekali geraman mesin kendaraan melintas melindas hening
Menyisakan lelah yang tertinggal dari awal pengembaraan
Mencuatkan rindu yang menyesak di sehelai sajadah kuning
Bandung, 4 Januari 2014
Sedekat 20 Tahun
Memburu berkas cahaya perdana ku tak sempatkan lelap,
Karena rengek manja menjelang kantukmu menunggang tetirah
Dan kini setengah terpejam di atas aspal bebas hambatan
Mimpimu ku harapkan merasuki hari panjang perjalanan dua kota
Beradu argumen di sela taklimat rindu
Tentang yang paling cinta di antara cinta dan cinta
Sepanjang tahun yang belum lewat tak sudah
Ku proklamirkan seiris gundah
3 Januari 2014
Karena rengek manja menjelang kantukmu menunggang tetirah
Dan kini setengah terpejam di atas aspal bebas hambatan
Mimpimu ku harapkan merasuki hari panjang perjalanan dua kota
Beradu argumen di sela taklimat rindu
Tentang yang paling cinta di antara cinta dan cinta
Sepanjang tahun yang belum lewat tak sudah
Ku proklamirkan seiris gundah
3 Januari 2014
Berlalu Dan Ke Depan
Topan badai sebagai artileriku
basmi tuntas hama belalang di padiku
berpusing luluh lantakkan gubuk bobrokku
mengikis luka hitam sisa borokku
Bebas ku menatap langit semburat ungu
biaskan warna prisma ke lapis tujuh
tumbuhkan sayap mengepak tinggi ke matahari
Icarus dari titik vertikal meninjau cakrawala bumi
Akankan rindumu menarikku sebagai gravitasi
senasib Icarus meluncur menghujam ibu Yunani
atau memeluk tubuh fanaku dengan kasih cinta abadi?
Bandung, 1 Januari 2014
basmi tuntas hama belalang di padiku
berpusing luluh lantakkan gubuk bobrokku
mengikis luka hitam sisa borokku
Bebas ku menatap langit semburat ungu
biaskan warna prisma ke lapis tujuh
tumbuhkan sayap mengepak tinggi ke matahari
Icarus dari titik vertikal meninjau cakrawala bumi
Akankan rindumu menarikku sebagai gravitasi
senasib Icarus meluncur menghujam ibu Yunani
atau memeluk tubuh fanaku dengan kasih cinta abadi?
Bandung, 1 Januari 2014
Senin, Februari 17, 2014
Memilih Aku
Memilih diam
ketika dendam memilin di rentang malam
Memilih redup
saat pendusta mengingkar janji terucap gugup
Memilih pergi
sewaktu arogansi meritokrasi menguar api
Memilih pedih
dalam perpisahan sarat tangis dua kekasih
Namun satu titik di kelak nanti
layaknya nubuat yang tlah pasti
obituari legenda untaian haiku
Memilih diam meredup pergi berpedih adalah aku
Ternate, 30 Desember 2013
Beri Satu Alasan
Ku tinggalkan kota yang menjadikan ku makhluk pariah
Setiap sudut pesing, lorong amis, gang gelapnya tlah lunas ku jelajah
Taman mesum, pasar kumuh, komplek elit, dan rumah ibadah
Ku pudarkan dari ingatan tergundah
Wajah-wajah pemulas usus terlupakan sudah
Seluruh debumu yang melekat di nganga luka lampus musnah
Selamat tinggal Brutus....
Ciao Iago!
Tak perlu ku telan lagi upas yang kalian ramu
Simpan amal palsumu di dengki hati
Aku tak peduli
Tapi....
Jika suatu waktu ku pulang
Hanya karena dia yang menulis tangis rindu di malam hari
Renjana mengharapku, demi aku, untuk datang
Cengkareng, 26 Desember 2013
Mengajuk Rindu
Beribu-ribu mil akan ku tempuh
dan ribuan lagi 'kan ku rengkuh
Bukan, bukan ku ingin menjauh
Malah untuk merapatkan rindu
Yang belum sekalipun teruji ruang waktu
Dan jika hadir ku ajeg di palung hatimu
tumbuhkan kangen galaukan tidurmu
Maka ku kan pulang menyerah tak bersyarat
'tuk reguk sungging senyummu membelasah penat
dan ku tiraikan cadar di dahimu dengan kata yang belum terucap
Banda Aceh, 25 Desember 2013
dan ribuan lagi 'kan ku rengkuh
Bukan, bukan ku ingin menjauh
Malah untuk merapatkan rindu
Yang belum sekalipun teruji ruang waktu
Dan jika hadir ku ajeg di palung hatimu
tumbuhkan kangen galaukan tidurmu
Maka ku kan pulang menyerah tak bersyarat
'tuk reguk sungging senyummu membelasah penat
dan ku tiraikan cadar di dahimu dengan kata yang belum terucap
Banda Aceh, 25 Desember 2013
adaapadenganku?episode3
Ketika rindu adalah sederet aksara
Dua suku kata dalam kamus kosakata
Bagian bait syair lagu melayu mendayu merayu sayu
Hanya kata....hanya sebuah kata
Tapi itukah yang kurasakan kini?
Ku reguk cangkir kopi hampa yang tlah tandas dari dua jam lalu
Ku pandangi angka digital penunjuk waktu
Yang terkadang seperti mati
Kadang bagai berlari
Dan denting elektronik yang menusuk bukan pesan yang ku tunggu
Kalau resah ini yang harus ku tanggung
Akan ku mutilasi rindu
Kujadikan debu dan kutaburkan di hitam malam
Banda Aceh, 22 Desember 2013
Dua suku kata dalam kamus kosakata
Bagian bait syair lagu melayu mendayu merayu sayu
Hanya kata....hanya sebuah kata
Tapi itukah yang kurasakan kini?
Ku reguk cangkir kopi hampa yang tlah tandas dari dua jam lalu
Ku pandangi angka digital penunjuk waktu
Yang terkadang seperti mati
Kadang bagai berlari
Dan denting elektronik yang menusuk bukan pesan yang ku tunggu
Kalau resah ini yang harus ku tanggung
Akan ku mutilasi rindu
Kujadikan debu dan kutaburkan di hitam malam
Banda Aceh, 22 Desember 2013
adaapadenganku?episodedua
Pada setiap persimpangan takdir
Kuharapkan dirimu hadir
Marka lebuh raya laksana fatamorgana
Bersua mu sukma kembara pulang ke raga
Ada mu terangkan pantaiku
Binar matamu suar labuhku
Tambatkan hati ku lempar jangkar
Tepi bibir merahmu aku terdampar
Heningku dipeluk derai tawamu
Jurang mimpiku dibentang sepenggal kisahmu
Ku suling butir hujan asin terasa
Ku tulis gurindam terbit romansa
Jujur padaku tulus ajari ku
Karna ini suatu yang mustahil ku tau
Inikah yang disebut rindu
Atau aku hanya majnun di biduk lalu?
Banda Aceh, 17 Desember 2013
Kuharapkan dirimu hadir
Marka lebuh raya laksana fatamorgana
Bersua mu sukma kembara pulang ke raga
Ada mu terangkan pantaiku
Binar matamu suar labuhku
Tambatkan hati ku lempar jangkar
Tepi bibir merahmu aku terdampar
Heningku dipeluk derai tawamu
Jurang mimpiku dibentang sepenggal kisahmu
Ku suling butir hujan asin terasa
Ku tulis gurindam terbit romansa
Jujur padaku tulus ajari ku
Karna ini suatu yang mustahil ku tau
Inikah yang disebut rindu
Atau aku hanya majnun di biduk lalu?
Banda Aceh, 17 Desember 2013
Ada Apa Denganku?
Gumaman ku meninggi rendah meniti nada
Denyut jantungku bak metronom menata irama
Ku selipkan rangkaian kata gandrung asmarandana
Tanpa fermata interlude atau koda
Terkadang laras slendro berganti pentatonik a la cina
mengayun bersinkop staccato jazz bigband alabama
Sesekali sayatan serune kale genit menyapa
Ada juga gelak tawamu di sana
Sebuah rahasia dalam lagu
Terurai burai musabab manis senyum mu
Kau tak kan pernah tau
Pasti? Mungkin.
Banda Aceh, 16 Desember 2013
Denyut jantungku bak metronom menata irama
Ku selipkan rangkaian kata gandrung asmarandana
Tanpa fermata interlude atau koda
Terkadang laras slendro berganti pentatonik a la cina
mengayun bersinkop staccato jazz bigband alabama
Sesekali sayatan serune kale genit menyapa
Ada juga gelak tawamu di sana
Sebuah rahasia dalam lagu
Terurai burai musabab manis senyum mu
Kau tak kan pernah tau
Pasti? Mungkin.
Banda Aceh, 16 Desember 2013
Romansa Biasa
Malam menepi di persimpangan
Dua jiwa menyatu raga
berpeluh di lembah melenguh di puncak
Tumpahkan semua yang tersisa
tak bersisa
Untuk kudian lena menata dengus
melandai, melambat, hingga seperti biasa saja
Satu jiwa dua raga.
Kau usap lembut keringat di dahiku
Ku sibak gerai rambut di wajahmu
"Jangan berjanji yang tak ku pinta
Karna ku tahu kamu
lebih dari kamu pahami dirimu
Bagimu aku mantra penenang jiwa
Pelipur lara penutup luka
Sungguh ku tak kecewa
karna bagiku kamu satu
Hadirmu memberi arti
di setiap hela nafasku
Dan aku rela menunggu
saat gerbang hatimu membentang
tak terhalang belenggu masa lalu
dan sampai waktu itu
Ku kan hadir slalu
sebagai pelita, tembang simfoni atau peraduan mengaso lelah
Atau apapun yang kamu butuh
Dan aku akan terus menunggu
Meski sampai akhir waktu...."
Mendesah suaramu tanpa memberi
jeda agar bisa ku sela.
Dan kau pulas mengulas senyum
Teratur nafas halus mendengkur
Hanyut dalam mimpi yang kuharap indah
Hanya aku belum berani sama bermimpi
Karna aku masih tak tau hati sendiri
Karena meski ingin ku teriakkan sebuah ikrar
Karena seharusnya itulah yang benar
Tapi kau lebih benar
Selama hatiku masih terpenjara
Sebuah janji akan berujung neraka
Tapi sampai kapan kau bertahan?
Karena akhir waktu bisa selamanya
Malam beringsut diusir pagi
Asin terasa keningmu lama ku kecup
Melangkah ke luar pintu ku tutup tanpa suara
Mudah-mudahan bukan au revoir
tidak juga sayonara
Sebuah perjalanan, sebentuk siklus
Jika pun terputus, ku harapkan karena akhir bahagia
Penebus rangkaian dusta
dusta yang sudah-sudah
I'm leaving on a jetplane
Banda Aceh, 10 Desember 2013
Dua jiwa menyatu raga
berpeluh di lembah melenguh di puncak
Tumpahkan semua yang tersisa
tak bersisa
Untuk kudian lena menata dengus
melandai, melambat, hingga seperti biasa saja
Satu jiwa dua raga.
Kau usap lembut keringat di dahiku
Ku sibak gerai rambut di wajahmu
"Jangan berjanji yang tak ku pinta
Karna ku tahu kamu
lebih dari kamu pahami dirimu
Bagimu aku mantra penenang jiwa
Pelipur lara penutup luka
Sungguh ku tak kecewa
karna bagiku kamu satu
Hadirmu memberi arti
di setiap hela nafasku
Dan aku rela menunggu
saat gerbang hatimu membentang
tak terhalang belenggu masa lalu
dan sampai waktu itu
Ku kan hadir slalu
sebagai pelita, tembang simfoni atau peraduan mengaso lelah
Atau apapun yang kamu butuh
Dan aku akan terus menunggu
Meski sampai akhir waktu...."
Mendesah suaramu tanpa memberi
jeda agar bisa ku sela.
Dan kau pulas mengulas senyum
Teratur nafas halus mendengkur
Hanyut dalam mimpi yang kuharap indah
Hanya aku belum berani sama bermimpi
Karna aku masih tak tau hati sendiri
Karena meski ingin ku teriakkan sebuah ikrar
Karena seharusnya itulah yang benar
Tapi kau lebih benar
Selama hatiku masih terpenjara
Sebuah janji akan berujung neraka
Tapi sampai kapan kau bertahan?
Karena akhir waktu bisa selamanya
Malam beringsut diusir pagi
Asin terasa keningmu lama ku kecup
Melangkah ke luar pintu ku tutup tanpa suara
Mudah-mudahan bukan au revoir
tidak juga sayonara
Sebuah perjalanan, sebentuk siklus
Jika pun terputus, ku harapkan karena akhir bahagia
Penebus rangkaian dusta
dusta yang sudah-sudah
I'm leaving on a jetplane
Banda Aceh, 10 Desember 2013
Langganan:
Postingan (Atom)