Senin, Februari 17, 2014

Romansa Biasa

Malam menepi di persimpangan
Dua jiwa menyatu raga
berpeluh di lembah melenguh di puncak
Tumpahkan semua yang tersisa
tak bersisa
Untuk kudian lena menata dengus
melandai, melambat, hingga seperti biasa saja
Satu jiwa dua raga.

Kau usap lembut keringat di dahiku
Ku sibak gerai rambut di wajahmu

"Jangan berjanji yang tak ku pinta
Karna ku tahu kamu
lebih dari kamu pahami dirimu
Bagimu aku mantra penenang jiwa
Pelipur lara penutup luka

Sungguh ku tak kecewa
karna bagiku kamu satu
Hadirmu memberi arti
di setiap hela nafasku
Dan aku rela menunggu
saat gerbang hatimu membentang
tak terhalang belenggu masa lalu
dan sampai waktu itu
Ku kan hadir slalu
sebagai pelita, tembang simfoni atau peraduan mengaso lelah
Atau apapun yang kamu butuh

Dan aku akan terus menunggu
Meski sampai akhir waktu...."
Mendesah suaramu tanpa memberi
jeda agar bisa ku sela.

Dan kau pulas mengulas senyum
Teratur nafas halus mendengkur
Hanyut dalam mimpi yang kuharap indah

Hanya aku belum berani sama bermimpi
Karna aku masih tak tau hati sendiri
Karena meski ingin ku teriakkan sebuah ikrar
Karena seharusnya itulah yang benar
Tapi kau lebih benar
Selama hatiku masih terpenjara
Sebuah janji akan berujung neraka
Tapi sampai kapan kau bertahan?
Karena akhir waktu bisa selamanya

Malam beringsut diusir pagi
Asin terasa keningmu lama ku kecup
Melangkah ke luar pintu ku tutup tanpa suara
Mudah-mudahan bukan au revoir
tidak juga sayonara
Sebuah perjalanan, sebentuk siklus
Jika pun terputus, ku harapkan karena akhir bahagia
Penebus rangkaian dusta
dusta yang sudah-sudah

I'm leaving on a jetplane

Banda Aceh, 10 Desember 2013

Tidak ada komentar: