Selasa, Februari 18, 2014

Daur Semesta

Monolog ketika kau dan aku berdialog sebagai satu. Satu yang ambigu disebabkan pantulan cermin konkaf pada titik api suryakanta pembaca surat madah sukma pelaut baya yang telah melempar sauh pinisi purba di tepi batas cakrawala dan kembali sebagai muda belia pelontar harpun memburu cakalang raksasa di sembilan samodera. Samodera kelima dan ketujuh gaib ke alam bunian tempat bertahta puteri hijau yang konon rupa eloknya ditapis sembilan puluh sembilan cadar rupaneka warna tapi kurang selapis sehingga penapisan tak jimat suatu apa karena paras rupawati puteri berseri menggapai negeri naga langit. Langit tempat naga memasygulkan bulan dan memerintah sebagai tiran despot bercakar baja dengan sisik uranium terjerat biru rindu akan raut peri puteri hijau yang berkuasa di negeri yang laun hilang. Hilang dalam suara gumam revolusi bintang ziarah ketiga bola cahaya di kuadran luar kisaran bintang laksana drama hipotesis sesuatu monolog.



Bandung, 24 Januari 2014

Tidak ada komentar: