Minggu, Mei 11, 2008

Birma

Nargis datang, dan bangsa yang terkurung di balik terali junta militer itu harus menderita lebih dalam lagi. Diperkirakan 15.000 jiwa melayang (maybe more), hampir satu juta setengah lainnya kehilangan harta benda dan tempat bernaung, dan rusaknya infrastruktur yang belum dapat ditaksir.

Toh, nyawa yang hilang hanya angka-angka statistik. Apalah beda satu atau lima belas ribu nyawa? Atau ratusan ribu seperti pada bencana gempa dan tsunami 26 Desember 2004 yang merupakan bencana dunia?
Bencana silih berganti untuk menjadi headline news dan segera hilang begitu ada perisitiwa spektakuler lain terjadi. Hanya pekerja kemanusiaan yang bersimbah peluh mengurangi beban derita korban hidup dan saat tidur mengalami mimpi buruk yang panjang.

Di Myanmar, seorang Aung San Su Kyi hanyalah dissident bagi junta penguasa. Ancaman bagi stabilitas yang tidak boleh ada sehingga harus dibungkam dan diberangus kebebasannya.

Apa yang kita ketahui tentang Myanmar?

Nama "Myanmar" berasal dari Myanma Naingngandaw yang dipersingkat. Nama Myanma (atau Mranma Prañ) telah digunakan sejak abad 13 tetapi artinya sampai saat ini tetap merupakan misteri. Dalam dokumen kuno berbahasa Inggris pernah disebutkan Bermah, dan kemudian Burmah. Burma dalam Perancis dikenal dengan Birmanie, Birmania dalam bahasa Italia dan Spanyol serta Birmânia dalam bahasa Portugis. Kita sendiri lebih dulu menyebutnya Birma. Saudara kita serumpun. Tetangga kita dalam suatu dusun global yang disebut Asia Tenggara. Tetangga yang menutup pintu dari cahaya demokrasi.

Bagaimana kisah aftermath badai siklon Nargis menghancurkan sebagian wilayah Myanmar, Jumat, 2 Mei lalu?

Dalam sebuah dongeng kuno Tiongkok, tercantum sebuah petuah bijak : bencana adalah berkah terselubung vis-à-vis.

Mudah-mudahan apapun story endingnya, bukan bukti bahwa manusia memang tidak layak menjadi khalifah di bumi ini.

Tidak ada komentar: