Senin, Mei 12, 2008

Having Religion, Being Religious, Or Not?

"Setiap hari Minggu saya dua kali ke gereja," katanya dalam bahasa Indonesia dengan logat yang lucu.

Sebetulnya masih terlalu pagi, baru jam sembilan malam. Tapi kami bertiga sudah terdampar di sebuah pub terbuka, di jalan Braga. Aku dan ia memesan bir, sedangkan teman yang satunya meminta minuman bersoda. Pub itu masih sepi. Hanya kami bertiga dan dua pelanggan lain. Kelihatan dua wanita berpakaian seronok dan make up yang tebal sedang bermain bilyar. Mungkin pelacur, atau mungkin hanya penggemar dunia gemerlap.
Jumat malam itu kota Bandung diguyur gerimis. Rinai hujan tak menghentikan kehidupan malam yang baru memulai geliatnya.

"Untuk mengantar dan menjemput istri dan anak-anak," sambungnya sambil terkekeh.

"Saya sendiri tidak percaya Tuhan," lanjutnya lagi sambil meneguk bir impor dari Jerman.

Tadinya aku mengira ia berasal dari Jerman atau Austria. Tapi menurut pengakuannya, ia keturunan Nordik. Istrinya wanita pribumi dan ia sudah tinggal di Indonesia selama hampir 20 tahun.

"Apakah Anda seorang Muslim yang taat ?" selidiknya. Mungkin karena melihatku menenggak bir lokal dalam sekali angkat hanya bersisa setengah gelas.

"Me praying, yes. Mostly. Fasting every Ramadhan, frequently. But if you mean about my faith in God, absolutely. There is no doubt about God," jawabku menunjukkan kemampuan bahasa Inggrisku yang berantakan.

"Tapi kamu minum bir. Saya dengar bir haram untuk umat Islam," tuduhnya.

"Depends on criteria you've used to categorize an item into haram," jawabku yang tak sudi dituduh sebagai 'umat yang tak taat'.

"Booze becomes haram because it make ones drunk. It makes you drunk because the high level of alcohol mixed with it. Low level alcohol drink like beer, if does not make you drunk, there is no reason to put in as haram. I were able to take a dozen bottles and still drove home, only got to go to john all the night," jelasku memberikan argumen, yang tentu saja berdasarkan keinginan mau menang sendiri.

"In tapai or durian you will find alcohol. But no one told them as haram. The booze, not the alcohol," aku bicara untuk lebih meyakinkannya , meskipun dari mimik wajahnya kulihat ia berusaha menahan tawa.
Rekan kami hanya mengangguk-anggukkan kepala menikmati musik brit yang membahana dari soundsytem pub.
Jalan Braga orang yang lalu lalang semakin ramai. Pub kecil itu mulai terasa sesak dengan tambahan selusin pengunjung yang baru masuk.
Tampak beberapa keluarga gelandangan menggelar dus-dus karton sebagai alas tidur di trotoar jalan protokol kebanggaan kota. Keluarga-keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak dalam usia sekolah.
Kehadiran kami di Bandung untuk acara tahunan sebuah organisasi amal Internasional terbesar di dunia, yang bercita-cita menghapuskan penyakit, kemiskinan dan kebodohan dari muka bumi. Dan kami bertiga merupakan anggota aktif organisasi tersebut.

"Bagaimana dengan rokok?" ia bertanya setelah kami cukup lama terhanyut dengan pikiran masing-masing.

"Cigarettes? Haram. More damage than benefit," jawabku sambil mengepulkan asap dari rokok kretek dari bibirku.

"But, if you addicted to it, like I do now, then you are a sicko. You need to be heal, not to be condamned."

Jawabanku membuatnya terbahak-bahak.

Seorang wanita berbaju tank-top dan dandanan yang menor yang baru datang duduk disampingnya. Mereka kemudian berbicara berbisik-bisik. Tak lama, wanita itu pergi meninggalkan kami ke arah meja bilyar. Sendiri.

"Di negara asal saya orang-orang bebas menganut agama apa saja. Termasuk tidak beragama," tiba-tiba ia kembali berbicara.

"Sayang, segelintir bigot memanfaatkan kebebasan untuk menghina yang lain," gumamnya sambil menghela nafas panjang. Aku tahu yang dimaksud adalah kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW.

Gerimis masih terus membasuh jalan Braga. Keluarga-keluarga gelandangan terlihat sudah mulai tidur. Seorang ibu menyusui bayinya sambil berselimutkan kain kumal.

Pub bertambah ramai.
Dari speaker besar quadrophonic di sudut pub terdengar John Lennon melantunkan Imagine :

Imagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace


"Mimpi absurd seorang seniman," pikirku.
Mungkin kalau John Lennon hidup kembali, ia akan mengganti liriknya :
Imagine there's no human....

Tapi kalau tidak ada manusia, siapa yang akan menciptakan lagu?

1 komentar:

motosuki mengatakan...

tulisan ini bagus sekali :)