
Aku ingat bahwa setiap ayahku pergi dinas luar provinsi, yang aku minta sebagai oleh-oleh adalah buku, bukan mainan seperti anak lain umumnya. Kalaupun aku punya mainan itu karena ada yang memberikan sebagai kado ulang tahun dan tidak begitu aku pedulikan.
Hal lain, aku seorang penderita insomnia kronis. Menurut ibuku, sejak lahir aku sudah menjadi tukang bergadang.
Akibatnya malam-malam panjang kulalui dengan membaca. Mulai dari koran bekas pembungkus pisang goreng sampai ensiklopedi.
Belakangan ini aku mulai membatasi membaca. Apalagi sekarang aku lebih banyak berhadapan dengan komputer, yang membuatku memilih format e-book daripada hardcopy. Dengan begitu banyak pilihan, aku mulai memilah mana yang masih bisa ditampung otak, mana yang hanya sekadar selingan, atau yang memang must read. Tapi kebiasaan membaca dalam gelap mutlak aku tinggalkan. Dan karena seringnya pemadaman listrik di Banda Aceh, aku jadi lebih banyak punya waktu untuk merenung daripada membaca. Renungan yang menjadi sumber tulisan di beberapa blog milikku. Dan mungkin tulisan-tulisanku dapat membuat segelintir orang menjadi gemar membaca.
Hanya satu saranku : jangan membaca dalam gelap.
2 komentar:
ya, jangan baca dalam gelap, tapi loe nulis dalam gelap Oel!
Well, IQ mu pasti tinggi, mungkin 145-an, sehingga loe itu multi-telented (kata Bro Chand). Bersyukurlah. Bisa dong kebiasaan baca diturunkan ke Kasih biar dia juga bisa excelent kayak ayahnya......
Tapi Kasih jangan diajarin baca dalam gelap Oel, nanti masih mudah Kasih harus pake kacamata dooong...
Posting Komentar