Kamis, Oktober 02, 2008

Burung Bulbul Digigit Semut




Nyanyian bulbul (Luscinia megarhynchos) yang sedang kebelet kawin itu menarik perhatian Sang Maharaja Langit, Kaisar Cina. Kicauan bulbul sepanjang malam sebagai tanda diamuk birahi ternyata menghibur hati sang Kaisar yang sedang stres. Akhirnya baginda memerintahkan Jenderal Pu Kat Bew untuk menangkap bulbul jantan kelabu yang selalu berkicau di dahan pohon leci di depan jendela kamar tidur utama Kaisar. Kamar di istana seluruhnya ada 1001. Selain kamar utama, masih ada 1000 kamar lain yang masing-masing diisi oleh Permaisuri dan 999 selir. Salah satu hal yang membuat Kaisar stres disebabkan beliau selalu lupa nama 1000 perempuan tersebut!

Kicauan burung bulbul jantan yang merupakan manifestasi rasa frustasi karena harus bersaing dengan jantan lainnya dalam upaya mendapatkan bulbul betina, ternyata bagi telinga Kaisar merupakan musik masterpiece yang lual biasa meldu. Bisa dimaklumi karena pada jaman itu belum ada Twelve Girls Band yang diawaki 13 amoy ciamik seperti saat ini. Perlu diketahui, tingkat keberhasilan seekor bulbul jantan mendapat pasangan tergantung pada power yang dimiliki dalam berkicau, seperti hasil penelitian Hansjoerg Kunc peneliti dari University of Zurich, Swiss yang dimuat dalam beberapa terbitan Jurnal Animal Behaviour tahun 2005 - 2006. Berbeda dengan Kaisar yang bisa mendapatkan 1000 wanita, tingkat keberhasilan seekor bulbul jantan mendapatkan jodoh hanya 51 persen saja.

Baru saja ia berhasil memikat hati seekor bulbul betina yang seksi, tiba-tiba..... hap! Bulbul jantan itu terjerat jala milik Jenderal Pu Kat Bew. Tak lama kemudian burung bulbul itu telah berada dalam sangkar emas 18 karat bermotif dua naga terbang saling berpelukan. Mata naga kembar itu terbuat dari rubi merah darah dan sisiknya dari jamrud berwarna hijau bayam. Jenderal Pu Kat Bew sendiri mendapat hadiah dari kaisar seribu tail emas dan salah satu selir Baginda (yang sebetulnya dicampakkan oleh Kaisar karena beliau ingin mengganti dengan yang lebih semlohay...)

Alangkah senangnya hati baginda karena setiap malam ia dapat mendengarkan kicau burung bulbul yang sangat merdu, padahal bulbul jantan merasa kesal karena kehilangan kesempatan mengawini bulbul betina seksi yang sudah menerima lamarannya. Ditambah lagi setiap malam ia harus menyaksikan sang kaisar bergonta-ganti selir!

Sampai akhirnya suatu ketika serombongan utusan Kaisar Jepang yang mengantarkan upeti berkunjung ke Istana Kota Larangan. Diantara barang upeti terdapat peti khusus yang bertandakan 'For His Majesty Only'. Ketika salah satu utusan membuka peti tersebut, Kaisar segera bersembunyi di balik singgasananya. Ya, Kaisar takut kalau dari dalam peti mendadak keluar ninja yang memotong jakunnya dengan lontaran shuriken. Kaisar Jepang pasti masih menyimpan dendam karena telah ditaklukkannya melalui JakenPo alias pingsut ala Timur Jauh. Terlebih lagi ia juga telah merebut Michiyo, geisha paling top di Shinjuku dari pelukan Kaisar Jepang (secara harfiah). Michiyo merupakan selir kesayangan Kaisar sampai saat ini (atau saat itu.... Ini kan kisah dahulu kala!)

Ternyata yang muncul dari dalam kotak adalah tiruan sangkar emas, lengkap dengan burung bulbul yang terbuat dari logam berbagai unsur! Sang utusan membuka pintu sangkar emas duplikat dan memutar kunci pegas yang terdapat di (maaf) dubur bulbul baja tersebut. Tak lama kemudian terdengarlah alunan merdu lagu 'Sukiyaki', persis seperti JIKA dibawakan oleh bulbul jantan.

Kaisar Cina terpesona. Segera ia perintahkan agar burung bulbul mekanik tersebut diletakkan di kamarnya. Sedangkan burung bulbul jantan yang original diperintahkan untuk dilepaskan kembali ke alam bebas.

Bulbul yang akhirnya menghirup udara kemerdekaan itu segera terbang di antara dahan-dahan pohon leci yang sedang berbunga, mencari kekasihnya yang mungkin masih setia menunggu. Pencarian yang jelas sia-sia. Ingat! Dari seratus bulbul jantan hanya 51 ekor yang mendapat pasangan!

Burung bulbul yang kecewa dan patah hati itu melesat terbang tinggi ke angkasa. Ia berniat bunuh diri dengan menjadi bahan lunch seekor rajawali yang terbang solo berputar-putar di antara awan cirrus. Yang terjadi bukannya ia disantap oleh burung lambang negara amerika serikat tersebut, malah diajak untuk ikut musyarawah paripurna burung sejagad yang kisahnya dijadikan untaian syair sufistik oleh Farid al-Din 'Attar dalam Manteq al-Tayr (Conference of the Birds), yang versi Bahasa Indonesianya diterbitkan oleh Pustaka Jaya tahun 1983.

***


Terkadang orang suka memasang tali jemuran dengan salah satu ujungnya dibuhulkan ke pohon. Begitu juga dengan seorang teman yang memasang jemuran dengan salah satu ujung tali diikat pada dahan pohon mangga dan ujung yang lain dikait dengan paku pada tembok kamar mandi. Tentu saja kegiatan menjemur handuk menjadi hampir tak berjarak.

Suatu hari ketika berhanduk sehabis mandi, dirasakan anggota tubuh yang berada di selangkangannya panas dan berdenyut. Reflek tangannya meraba alat yang sangat vital tersebut. Tangannya berhasil menangkap seekor semut hitam species Dolichoderus thoracicus. Mungkin semut tersebut berasal dari pohon mangga dan berjalan menyusuri tali jemuran mencari sumber logistik yang baru. Ketika sedang berusaha melintasi benang kusut handuk yang tergantung, ia terbawa dan panik ketika badannya hampir lumat digosok-gosokkan ke pangkal paha temanku yang sedang mengeringkan tubuhnya dari air sisa mandi. Untuk menyelamatkan diri, tentu saja ia menggigit sekuat-kuatnya sambil menyemprotkan asam semut......

***


Apa hubungan antara judul, kisah burung bulbul dan semut yang nyasar di handuk yang sedang dijemur?

Pada saat temanku lahir puluhan tahun yang lalu, Bapaknya baru saja selesai membaca buku Musyawarah Burung.
Karena sangat menyukai kisah sufistik tersebut, Bapak temanku tadi terinspirasi untuk memberi nama anaknya yang baru lahir dengan nama BULBUL!

Makanya kisah nyata petualangan temanku dengan semut tadi layak diberi judul: BURUNG(NYA) BULBUL DIGIGIT SEMUT........

Minggu, September 28, 2008

Doa Kasih Terkabul

Bulan Juli lalu, Bunda Kasih terpilih sebagai Guru Taman Kanak-Kanak Berprestasi untuk mewakili Kota Banda Aceh ke tingkat Provinsi. Kalau menjadi pemenang pertama hadiahnya adalah umroh ke tanah suci, selain berangkat ke Jakarta untuk mewakili Provinsi.

Jauh hari sebelumnya aku sudah mewanti-wanti bahwa ia tidak boleh kecewa kalau tidak menjadi juara.

Secara objektif aku yakin istriku bisa menang. Bukan karena aku suaminya, tapi memang karena prestasi-prestasi yang diraih sebelumnya dan kemampuan istriku sebagai guru. Tentu saja KALAU jurinya juga objektif, ha ha ha.
Bahwa ia sampai maju mewakili kota sudah merupakan kejutan buatku. Perlu kujelaskan bahwa Bunda Kasih BUKAN orang Aceh. Tidak perlu ada penjelasan lain. Titik.

Akhirnya seperti dugaanku, istriku gagal meraih juara satu, meski menempati posisi runner up.

Aku menangkap raut kekecewaan pada wajah istriku. Apa lagi demi mengikuti acara pemilihan guru berprestasi tersebut, ia tak bisa menemani Kasih berlibur ke Jakarta.

Sepulang dari hotel tempat acara pemilihan berlangsung (istriku menginap selama 4 hari di hotel) ia menelpon Kasih yang masih di Jakarta bersama Nenek dan Kakeknya.
Setelah melepas rindu lewat suara, terjadi dialog antara ibu dan anak via telpon:

'Nak, Bunda juara dua, bukan juara satu...'
'Dapat hadiah, Bunda?'
'Dapat, nak. Laptop'
'Tapi Bunda nggak jadi umroh?'
'Nggak, nak. Umroh buat yang juara satu'
'Apa gara-gara doa Kasih, ya, makanya Bunda nggak juara satu?'
'Apa doa Kasih, sayang?'
'Kasih berdoa: Ya Tuhan, buatlah Bunda Kasih menang, tapi Kasih sedih kalau Bunda pergi lama-lama....'

Rupanya Kasih sudah diinfokan bahwa kalau menang, maka Bundanya akan pergi cukup lama. Mulai dari mengikuti pemilihan tingkat Nasional di Jakarta kemudian dilanjutkan dengan berangkat umroh. Lamanya kira-kira sebulan penuh.

'Maafin Kasih, ya, Bunda...', anakku meminta maaf kepada Bundanya, karena telah mengajukan doa yang terkabul!

Aku katakan kepada istriku bahwa Tuhan mendengarkan doa Kasih pasti karena ada kebaikan yang terkandung dalam doa tersebut.

'Tidak ada yang perlu dimaafkan, Sayang. Kasih nggak salah, kok. Doa Kasih sudah betul', kata istriku sambil menahan air mata rindu. Kepergian Kasih ke Jakarta adalah perpisahannya yang pertama dengan kami berdua, dan terlama dengan Bundanya.

Minggu, September 14, 2008

How You Sell Soul to a Soulless People Who Sold Their Soul?

Judul Album ke-10 Public Enemy di atas ternyata mengusik jiwaku.
Bagaimana menjual jiwa kepada seseorang yang tidak memiliki jiwa karena telah menjual jiwanya?

Untuk kasus seperti itu, apa yang akan dilakukan para evangelis dan ulama media yang terbiasa menjual 'jiwa' dan berdagang 'hati'? Atau resep mujarab apa yang akan ditawarkan oleh para motivator ulung yang mampu melemparkan uang dari pesawat agar orang-orang dibawahnya tunggang-langgang terjepit-menjepit berebut uang receh?

Atau mungkin dapat mengilhami pakar menemukan 'Quotation' baru, setelah Inteligence Quotation, Emotional Quotation, Spiritual Quotation, Sexual Quotation, Financial Equotation, Criminal Quotation et cetera? (Kalaupun yang aku sebut barusan belum pernah dimunculkan, tak lama lagi akan ada 'pakar' yang menulis buku dan mendirikan lembaga-nya, dan menjadi kaya darinya)

Tentu saja selama masih banyak soulless people yang merasa memiliki jiwa tapi belum tahu cara menjaganya, para evangelis, ulama dan motivator yang digadangkan lewat promosi dagang dan advertising media itu takkan kekurangan pembeli. Berbondong-bondong kita mendatangi ceramah da'i terkenal (yang akan ditayangkan stasiun tv pada slot tayang yang dibeli sponsor da'i kondang tersebut) yang bertutur dengan sejuk tentang perlunya menjaga hati, mengikuti kursus motivasi kejiwaan atau seminar mengukur spiritualitas kita dengan surcharge yang murah -kurang dari 10 jt, karena diadakan di hotel bintang tujuh.
Toh, pulang dari mendengarkan ceramah atau mengikuti kursus/seminar tadi, kita masih bebas untuk selingkuh, menipu, mencuri atau korupsi. Mungkin kita merasa nyaman karena hati dan jiwa kita telah terjaga oleh ceramah dan seminar!

Maka salah seorang ulama yang menjadi ulamanya para ulama pernah berujar: korupsi bukan dosa besar. Dan ternyata ia tersangkut perkara dugaan korupsi...
(jadi ingin menulis LMFAO dalam bentuk kepanjangannya)

Tapi setelah kupikir-pikir, apakah aku masih punya jiwa untuk kujual?
Mungkin aku perlu mengikuti test yang mampu mengukur kadar jiwa.....

Jumat, Juni 13, 2008

Call Me by Nickname


Alexander the Great, Sang Iskandar Zulkarnain Yang Agung, berdiri di tepi jalan di sisi filsuf termasyhur itu berbaring dalam bak mandi kayu yang menjadi kediamannya.

"Aku Alexander, sang Raja," ia memperkenalkan diri.

"Aku Diogenes, si Anjing," jawab sang filsuf ternama tanpa berganti posisi.

"Apa yang bisa kuberikan padamu?" tanya sang Raja yang merupakan murid dari Aristotles. Wajar ia bisa memaklumi 'kekurangajaran' sang filsuf yang terkenal sinis.

"Aku mau cahaya mentari. Kau menghalanginya," pinta Diogenes pada Alexander yang berdiri membelakangi surya.

Sang Raja menepi sambil bersabda:

"Kalau aku bukan Alexander, maka aku adalah Diogenes."

Dalam Pelajaran Bahasa, jika diberikan suatu artikel maka biasanya kita harus menemukan pokok kalimat dan moral cerita sebagai sebuah kesimpulan.
Apa kesimpulan yang diperoleh? a. Kalau tidak jadi Raja, maka jadilah Anjing? Atau, b. terimalah 'gelar ejekan' sebagai bagian dari Anda, karena sebetulnya itulah Anda?

Gelar panggilan adalah hal yang umum di dunia, terutama di Asia. Boleh jadi ini terjadi karena nama seseorang bukanlah unik. Banyak terjadi duplikasi nama, bahkan dalam ruang lingkup komunitas yang kecil semisal dusun atau desa sehingga dibuat nama gelar sebagai pembeda. Bahkan, organisasi sekelas Rotary International mengakui pemakaian nama panggilan, seperti yang tercantum dalam The ABC's of Rotary.

Maka jika ada beberapa Polan, yang satu mungkin akan dipanggil dengan Polan Botak karena tidak mempunyai rambut selembarpun di kepalanya, ada Polan Siomay karena profesinya berjualan makanan keliling kota, Polan Batak karena berasal dari Tapanuli, Polan Jengkol karena maniak dengan semur jengkol, dan seterusnya.

Tidak semua orang mampu menerima nama panggilan yang diberikan karena mungkin dianggap menjatuhkan marwah. Apalagi kalau nickname yang diberikan memang mencela fisik. Tamerlane (Timur-i-leng) sang Penakluk dari Mongol, takkan segan memenggal orang yang memanggilnya dengan nama tersebut, karena artinya 'Timur si Pincang'.

Meski demikian, terdapat aplikasi Nicknames dalam situs facebook yang sedang populer karena kisah sukses Barrack Obama yang memperoleh dukungan komunitas maya ini, menjadi sangat menarik.

Saran saya, jangan mudah tersinggung jika diberi label 'lucu' oleh teman Anda. Toh, menurut Shakespeare, apalah arti sebuah nama....

Senin, Juni 09, 2008

Kasih Sang Penata Rambut

Banyak yang mengira bahwa Kasih manja karena ia anak tunggal.

Memang, tapi hanya kadang-kadang. Faktanya adalah: Kasih sangat mandiri. Ia juga ringan tangan suka membantu orang lain.

Kalau nasi dalam magicom habis, biasanya Kasih memasak nasi sendiri. Kalau ia lapar dan Bundanya tidak ada di rumah sementara lauk juga tak ada, ia akan menggoreng sosis atau chicken nugget sendiri. Aku hanya bisa mengingatkannya agar tidak pernah lupa mematikan kompor gas dengan benar.

Seperti kemarin saat kami sedang pindah rumah, ia juga membantu (yang sebetulnya malah merepotkan) mengangkat-angkat lemari dan springbed. Dan seperti yang aku ceritakan dalam Dru. Kadijja, ia juga sering mencabut uban Bundanya (Sorry, Pie. uban Vita masih one-two. Rugi kalau dicat -ayahkasih). Dan kerap memijit Ayah atau Bunda kalau kelihatan capek.

Yang paling hebat, rambutku yang nyukur Kasih! Itu permintaannya sendiri.

Ceritanya, aku paling malas kalau harus menunggu. Termasuk menunggu giliran di barbershop. Yang sering terjadi adalah aku membayar penuh + tip hanya untuk dicukur model calon tamtama. Menunggunya dua jam, tetapi pelaksanaan hanya sepuluh menit. Dan jarang aku sempat bermewah-mewah cukur jenggot sampai klimis -apalagi plus pijat urut-, karena waktuku yang sempit.

Akhirnya kuputuskan untuk membeli hair clipper listrik merk Wahl buatan USA.

"Biar istriku bisa memotong rambutku kapan saja dengan alat ini," pikirku saat membeli barang tersebut.

Begitulah, aku hampir tak pernah ke barbershop lagi setelah punya alat sendiri, kecuali saat istri dan anakku keluar kota dalam waktu lama.

Beberapa bulan yang lalu, Kasih meminta agar ia saja yang memotong rambutku. Setelah berunding sejenak, aku dan istriku memutuskan untuk memberinya kesempatan.Dan hasil akhirnya ternyata tidak jelek (memang pilihan model rambut untuk ayahnya tinggal satu karena terlanjur mirip kapten Jean-Luc Picard, ha ha ha)

Sejak saat itu, Kasih resmi menjadi penata rambut pribadi Ayah Kasih.

Minggu, Juni 08, 2008

Prankster

Orang usil selalu merupakan musuh pahlawan, karena kepahlawanan adalah hal yang serius. Contohnya: Batman bukanlah hero yang menyukai humor. Ksatria Kegelapan ini merupakan tokoh serius yang mempunyai musuh abadi bernama Joker, Harlequin dan Riddler.

Contoh lain, musuh berat Superman yang bernama Mxyzptlk adalah seorang penyihir usil dari dimensi ke-5.

Kejahilan memang musuh bagi orang serius. Apalagi bagi korban dikerjain tersebut. Meskipun buat penonton biasanya merupakan hiburan belaka.

Sejak kecil kita menikmati komedi atau kartun slapstick, yang merupakan pengejawantahan dari keusilan. Lihat saja Abbott and Costello, Laurel and Hardy, atau Tom and Jerry.

Khasanah budaya lokal juga mengenal tokoh usil ini. Yang paling terkenal jelas si Kabayan dari Sunda. Begitu juga dari dongeng Persia seperti Abu Nawas atau kisah-kisah sufi dengan tokoh Nasruddin Hoja.

DI era modern tokoh usil lahir di sudut-sudut surat kabar, baik lokal, nasional, bahkan global. Mereka mengangkat aktualitas kehidupan dengan cara mengganggu. Dan salah satu tokoh usil yang karyanya banyak 'dinikmati' orang banyak adalah Ghulam Alam. Mungkin lebih afdol kalau mengikuti karya-karyanya yang dipaparkan dalam artikel berjudul Muslim Get Fooled di maniacmuslim.com.

Tapi bukan berarti tidak ada orang yang bisa menikmati humor di balik sifat tersebut. Toh, ada yang mengatakan bahwa mampu mentertawakan diri sendiri merupakan tanda jiwa yang sehat. Asal tawanya tidak berkepanjangan.

Sabtu, Juni 07, 2008

Insyaallah, Kalau Tuhan Mengijinkan...

Ujian kenaikan kelas Kasih. Tinggal dua mata pelajaran lagi akan diuji pada hari Senin.

Setiap hari selama masa ujian sepulang dari sekolah selalu aku atau bundanya menanyakan pertanyaan yang sama:

"Bagaimana ujiannya, Sayang?"

Jawaban anakku umumnya berupa kalimat standar:

1. Gampang
2. Lumayan
3. Susah

Tapi kadang-kadang jawabannya:

"Insyaallah, kalau Tuhan mengijinkan di atas LIMA..."

Rabu, Juni 04, 2008

Get Out!

Pernahkah kamu tanpa sadar menggumamkan sebuah lagu terus menerus, karena lagu itu selalu terngiang di telingamu?

Aku sering. Begitu juga Kasih. Bahkan terkadang tanpa sengaja kami menggumamkan lagu yang sama berbarengan. Tentu saja setelah itu kami tergelak bersama.

Saking seringnya mengulang suatu lagu, akhirnya kita jadi bosan dan ingin melupakan lagu tersebut. Tapi yang kerap terjadi adalah tetap saja lagu itu keluar sendiri dari mulut tanpa kita sadari.

Kasih punya solusi untuk itu, yang ditirunya dari salah satu adegan 'Chicken Little'.

Kalau ia sudah bosan dengan satu lagu, pada saat tanpa sengaja berdendang ia akan memukul-mukul kepala (pelan saja), sambil berkata:

"Get out! Get out! Get out!"

A Letter For Jasmine

Jasmine Dear,

There is NOT easy for me to write this, because English is not my native language. Not even my forth language, either. But I want to honor you with a different way in writing, even I know you know our Bahasa. So, please forgive me if my writing is unstructured, as long as you did not get headache by reading this....

I feel like I know you from a long time before. A sister that I never had.

Your burden is heavier then mine.
But you put it on your shoulders with grace.
And all kindness that has fall on earth are growing and growing inside you.

Life is sucks. Yes, I know that, too.
Because this world is full with hypocrites and bigots.
And hatred that keeps missisippi burning.

Maybe sometimes in the middle of the night you've to stay awake and wondering what is the meaning of life.
Even maybe with the silent tears or pain at heart, tired of others lying all the time...
But I saw you handle it very well.

You just need to be YOU. The Beautiful You. Like you always do.

Many song about you has written.

At this moment, I am hearing Christina Aguilera's masterpiece, after read a posting about James Blunt's lyrics.

You're still young.
And your path's still long, maybe a winding one.
But your bone and soul won't lost or bend in the storm of civilization...

And the sky is blue, and your feeling may bluer than yesterday,
but not as dark as unstarry night....

The ocean wide are waiting for you to explore...
Maybe the seadragon and kraken is there, too...
But you are the brave one, angel...

So, sail away sweet sister,
my spirit will always be with you.
And maybe someday you'll find what you're looking for.

Just don't forget to keep in faith,
there always be stars in heaven.....



Me,
(admiring you...)

Libur Nonton TV

Selama Kasih ujian, aku minta ia supaya tidak menonton teve. Untuk mendukungnya aku sendiri juga ikut puasa menikmati tayangan televisi. Jadi boleh dikatakan mulai dari lama Senin sampai tadi malam televisi menjadi barang mati di rumahku. Ujian kenaikan kelas Kasih akan berakhir hari Senin depan, 10 Juni.

Tadi malam rupanya Bunda Kasih sudah tidak tahan. Setelah Kasih tidur, sekitar pukul setengah sebelas malam ia menghidupkan teve (aku sendiri keluar rumah setelah menemaninya belajar sampai ia tertidur jam sepuluh).

Rupanya Kasih sempat terjaga.

"Bunda kok nonton tv?" protesnya setengah terjaga.

"Lho, Bunda kan nggak ikut ujian...."

"Tapi Kasih kok dilarang?"

"Kasih ujian"

"Kalau gitu Kasih nonton juga, ya?"

"Daripada nonton, belajar IPS aja!" kata Bunda Kasih sambil menyodorkan buku pelajaran.

"Ah...., Kasih ngantuk, bobok lagi...." ia langsung terlelap kembali.

Ketika istriku menceritakan kejadian tersebut, aku menegurnya dengan cara halus. Sebagai orangtua, kita harus mendukung penuh dengan ikut merasakan apa yang ia alami.

"Suntuk juga nggak bisa nonton tv," keluh istriku. Tapi aku menghiburnya bahwa tanpa menonton tv, melihat anakku tidur nyenyak sudah merupakan hiburan yang paling berharga.

P.S. Qitink nanyain hasil ujian Kasih. Meskipun belum ada, tapi aku merasa tidak akan terlalu bagus, walau juga tidak akan terlalu jelek.....

Senin, Juni 02, 2008

Homo Mobileus

Once upon a time, a scifi maniac made a tv series about a voyage of a spaceship to the final frontier where no one ever gone before. And her crews communicated between themselves using a gadget called 'communicator'. Years then, inspired by the gadget, Japs otaku in NTT made it happened for real.

Can't leave home without it....









See homo mobileus photo album....

Dru. Kadijja

Kami akan pindah rumah dalam waktu dekat. Pindahnya jauuuuuh, sebelah rumah lama, ha ha ha.

Rumah baru lebih luas daripada rumah yang saat ini kami tempati, tapi tetap saja dibawah 40 meter persegi.

Berhubung saat ini aku sedang keranjingan memotret, maka pada saat anak dan istriku sedang terlelap, aku yang pengidap insomnia kronis mulai menjeprat-jepret kamera digital-ku. Hampir semua benda yang tampak kuabadikan. Hasilnya bisa dilihat dalam album every little thing.

Sampai akhirnya aku menemukan secarik kertas berukuran separuh lebar telapak tangan yang ditempel dengan cellotype di pintu kamar, bertuliskan:

Dru. Kadijja
Dokter Uban

Ha ha ha....

Rupanya peran anak tunggal sudah menjadi beban buat anakku.

Oke, aku jelaskan terlebih dahulu supaya kamu tidak bingung.

Kadijja adalah namanya. Panggilannya yang KASIH.
Karena anak satu-satunya, hampir semua permintaannya kami (aku dan Bunda Kasih) turuti. Tapi peran anak tunggal juga ada kerugiannya: 'pekerjaan anak' harus ia kerjakan sendirian. Seperti jika aku pulang kerja dengan badan pegal, maka tugasnya adalah menginjak-nginjak punggungku. Atau kalau bundanya merasa ada uban yang nongol, pasti Kasih yang disuruh nyabutin.

Mungkin ada saat-saat dia merasa kesal dan bosan disuruh melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Akhirnya dia menuliskan uneg-unegnya dengan cara yang unik tadi, dengan mengangkat dirinya sebagai DOKTER UBAN!

Sabtu, Mei 31, 2008

The Tune's Still Remaining.....

Seperti mayoritas geek umumnya, aku adalah seorang trekker.
Since day one.



Konsekuensinya adalah,

  • Merasa belum lengkap kalau belum menonton semua seri tv (termasuk animated) dan film-nya.

  • Dengan harap-harap cemas menunggu movie dan spin off terbaru.

  • Mengkoleksi komik, trading card, novel, dan merchandise lainnya yang berhubungan.

  • Bergabung dengan komunitas penggemar Star Trek dan tidak ketinggalan berita seputar star trek.
  • Harus mampu memahami bahasa Klingon dan Ferengi Rules of Acquisition

  • Tanpa sadar menggumamkan theme song Star Trek, terserah mau dari seri tv atau movie. Atau kalau mengaku ras Klingon: Khemorex Klinzhai! (Klingon Battle Anthem)


Karena itu berita bahwa tentang kematian Alexander 'Sandy' Courage di Pasific Palisades dalam usia 88 tahun tanggal 15 Mei lalu, menyebar DI SELURUH website sci-fi, entertainment dan IT.

Sandy merupakan maestro theme song. Meskipun banyak karyanya Tetapi mahakaryanya yang paling dikenang adalah opening tune Star Trek The Original Series. Karya yang menjadi standar theme song sci-fi seri.

Trekker seluruh dunia tenggelam dalam duka. Dan seluruh ras yang tergabung dalam Federation of Planet mengucapkan selamat jalan kepada komposer kelas jagat raya tersebut.

Bon voyage, Sandy. Long live and prosper.....

Rabu, Mei 28, 2008

Ayah Kasih Cuti

Karena Kasih mau ujian kenaikan kelas, aku memutuskan untuk mengajukan permohonan cuti. Selain untuk membantu anakku belajar, toh cutiku akan hangus percuma jika tidak kumanfaatkan.

Hari Senin silam aku mendapat kepastian bahwa permohonan cutiku dikabulkan boss. Kabar gembira ini kusampaikan kepada Bunda Kasih via telepon. Aku sendiri masih tertahan di Medan untuk suatu urusan sampai Selasa malam kemarin.

Bunda segera memberitahukan hal ini kepada Kasih.

"Kasih, ayah cuti selama ujian untuk membantu Kasih belajar."

Ternyata, sambil menepuk jidat anakku menanggapi dengan kalimat:

"Wad-duh! Mati Kasih........"

Selasa, Mei 27, 2008

Peramal Jati Diri

Itulah yang tertera di kartu namanya.

Aku masuk ke smoking room di ruang tunggu keberangkatan domestik Bandara Polonia, Medan. Ruangan khusus untuk merokok di pojok, dengan dua kursi deret menempel di tembok dan dua lainnya merapat ke dinding kaca. Merokok merupakan kebiasaan buruk yang sulit kutinggalkan. Aku duduk membelakangi kaca dekat asbak dan mulai menyalakan sebatang kretek filter.

Di sebelah kananku duduk seorang tua. Tebakanku ia seorang pensiunan. Di kursi deret satu lagi yang juga membelakangi kaca, seorang tua lainnya berpakaian serba hitam sedang mengisap rokok dengan pipa pendek dari tanduk. Dan yang membuatku tak dapat melepas pandang darinya adalah delapan buah cincin dengan batu akik yang besar melekat di jari-jari tangannya. Hanya kedua ibu jarinya yang tidak berhias cincin.

Mereka hendak ke Jakarta, penerbangan dengan saat boarding yang sama dengan punyaku. Dari pembicaraan mereka, terbukti dugaanku benar. Pak tua disebelahku adalah pensiunan sebuah BUMN. Tapi tentang lawan bicaranya tak dapat kusimpulkan siapa jati dirinya.

Akhirnya aku tak tahan lagi. Aku bangkit dan menghampiri pak tua yang berpakaian hitam-hitam dan meminta ijin untuk memotret cincin-cincinnya. Restunya kuperoleh.

"Dia saudaranya Tessy...", kata bapak pensiunan BUMN sambil tertawa. Tentu saja itu hanya canda. Tentu yang dimaksud bapak itu bukan lah Tessy Kaunang.

Setelah mengambil foto jari-jarinya, aku kembali ke kursiku. Tak lama ia pindah ke kursi di samping kiriku. Aku menanyakan namanya yang dijawab dengan pemberian kartu nama.

PERAMAL JATI DIRI
Paranormal

Abdullah Muslim


Kami bersalaman. Ia langsung memberikan jasa profesionalnya secara gratis.

"Anda mudah bergaul, tetapi banyak orang yang syirik dengan Anda," katanya. Aku rasa yang ia maksud adalah iri.

peramal jati diri"Anda juga punya perasaan yang peka, sehingga kalau ada masalah perut dan kepala Anda yang diserang.
Meskipun Anda suka membantu orang lain karena sifat sosial Anda yang besar, tetapi orang-orang yang Anda bantu sering mencelakakan Anda," sambungnya tanpa kuminta. Aku hanya tersenyum-senyum. Mau bagaimana lagi?

"Anda orang yang mudah diajak berdialog, tetapi keras dalam mempertahankan apa yang Anda anggap benar. Karena Anda memang benar. Anda punya kemampuan..." katanya sambil mengetuk-ngetuk dahinya dengan jari telunjuk, "...untuk mengetahui apa yang benar."

Aku risih juga dibilang keras kepala.

"Bapak orang mana?" aku mengalihkan topik dari diriku menjadi tentangnya.

Lahir di Pekalongan tahun 1946, awalnya bekerja sebagai salesman. Pekerjaan yang membuatnya menjelajahi Nusantara.
Dikaruniai enam anak dan delapan cucu. Hanya anak bungsunya yang masih belum berkeluarga. Lima menantunya berasal dari berbagai suku. Menantu pertama asal Tapanuli. Yang kedua dari Gayo, ketiga dari Langkat, yang keempat dari Simalungun dan yang kelima Melayu Riau.

Berdasarkan pengakuannya, ia mendapat wangsit saat berziarah ke makam Kartini. Ia juga meracik obat (yang trademark-nya aku lupa). Obat kuat. Greeeng...., menurutnya. Dan untuk Lhokseumawe saja ia baru mengantarkan obat tersebut ke salah satu toko obat di sana sebanyak 100 lusin bungkus. Hmmm, aku membayangkan bahwa pria satu kota Lhokseumawe jadi greeeng semua.

Tentang cincin yang ada di jari-jarinya, ia menyebutkan khasiat dari masing-masing akik yang diikat dengan suasa tersebut. Tidak semua species akik atau manfaatnya dapat kuingat. Ada yang namanya 'cula badak', 'galih asem', dan 'sepatbader'.
Dari sakunya ia mengeluarkan dua bentuk cincin lagi, salah satunya 'gigi badak' yang berkhasiat mengobati gigitan hewan berbisa. Yang satu lagi aku lupa namanya. Toh, aku tertarik dengan jumlah dan besar akik yang dipakainya, bukan nama dan khasiatnya.
Ia juga bercerita bahwa seorang tentara membarterkan 'mani gajah' dengan salah satu akiknya. Untung otakku tidak mampu mengolah image bagaimana seekor gajah jantan bermasturbasi.

Akhirnya pembicaraan kami banyak berhubungan dengan metafisik. Ia bercerita tentang wilayah-wilayah yang masih menggunakan ilmu gaib, termasuk yang ada di Aceh. Bakongan dan Dataran Gayo termasuk yang disebutkannya.
Kami juga berbicara tentang numerologi dan astrologi lokal. Juga tentang primbon dan pawukon Jawa. Hobbyku membaca membantuku dalam mengalirkan topik pembicaraan. Malahan belasan tahun yang lalu aku pernah membuat program komputer untuk menghitung pawukon. Aku membuatnya sebagai tantangan dalam menyusun algoritma.

Dari speaker di dinding terdengar panggilan menaiki pesawat yang menuju Jakarta dan Banda Aceh. Sebelum berpisah, ia menyalamiku sambil berkata:

"Anda harus hati-hati dalam mempercayai teman."

Aku menyampaikan terima kasih atas peringatannya, dan kami berpisah dengan lambaian tangan.

Kalau bukan teman, siapa lagi yang dapat kita percaya?
Aku jadi teringat motto sebuah toko komputer online: Paranoid is the best.

Hantu Rock

Tadi malam Kasih dan Bunda menjemputku dari bandara. Akhir-akhir ini aku selalu menggunakan last flight dari Medan. Paling cepat mendarat jam sembilan malam kalau on time. Tetapi karena kondisi cuaca, biasanya terlambat setengah sampai dua jam. Meskipun begitu, Bunda Kasih selalu menjemputku. Bukan karena kuminta, tetapi memang kemauannya sendiri. Mereka akan berangkat dari rumah beberapa menit setelah kuberi kabar bahwa aku boarding.

Sebetulnya Kasih sudah tidur saat diajak Bunda ke bandara. Sebetulnya ia tidak ingin pergi dan memilih tinggal sendirian (!) di rumah. Tapi karena tidak ingin meninggalkan Kasih (Banda Aceh masih sering gempa dan sangat sering lisrik padam), Bundanya memaksa dengan alasan takut pergi sendirian malam-malam.

Dalam perjalanan dari rumah ke bandara (kurang lebih 14 kilometer), Bunda Kasih heran kenapa ia diam saja.

"Mungkin tidur lagi," pikirnya. Bundanya memanggil untuk memastikan:

"Kasih... Kasih...."

Dengan cepat ia menjawab:

"Ada apa, Bunda?"

"Kasih tidur, ya?"

"Iya.... Tapi nanti kalau ada hantu, Kasih dibangunin aja..."

Dengan menahan gelak, Bunda Kasih bertanya:

"Kalau ada hantu, mau Kasih apain?"

"Tergantung hantunya. Kalau rambutnya gondrong, Kasih putar lagu rock!"

Jumat, Mei 23, 2008

Kasih Dimarahin

Kemarin Kasih kena marah karena malas belajar.
Anakku satu-satunya ini paling malas membaca. Ia sangat cepat menangkap sesuatu yang ditampilkan secara audio visual. Tapi jika harus membaca, nanti dulu...

Karena ujian kenaikan kelas sudah dekat, aku dan bundanya memaksanya belajar. Tentu saja yang dimaksud belajar adalah membaca buku teks. Ada saja alasannya untuk menghindar. Tunggu tayangan tv favoritnya selesai, memberi makan-kura-kura, kebelet ke belakang, haus, etc. Pokoknya bagaimana menghindar kewajiban belajar.
Setelah akhirnya berhasil dipaksa membaca buku pelajaran Agama selama satu jam, Kasih diuji oleh Bunda. Tidak ada jawaban yang benar. Akhirnya Bundanya meledak karena kesabarannya habis. Kasih diharuskan membaca ulang. Dan saat aku pulang sebentar untuk makan malam sebelum kembali kerja, aku diberi kewajiban untuk menghukum anaknya. Satu-satunya cara yang kutahu adalah dengan memberi hukuman besok (hari ini) jajannya akan kami kurangi. Selesai makan malam, aku kembali ke kantor.

Aku pulang lewat tengah malam. Kasih sudah tidur, tapi bundanya terbangun karena kedatanganku. Bunda Kasih bercerita, bahwa Kasih setelah membaca 15 menit sambil menangis tersedu-sedu, ternyata dapat menjawab semua pertanyaan (Kalau Bundanya marah, ia jarang sekali menangis. Tapi kalau yang menegurnya adalah ayahnya, tangisnya seperti sedang mengalami kesedihan yang mendalam).

Keesokan harinya (hari ini), ia berangkat ke sekolah diantar Bunda. Pulangnya aku yang menjemput. Begitu aku datang, ia memberiku uang.

"Uang apa ini, Sayang?" tanyaku.
"Kan jajan Kasih dikurangin.....," jawabnya
"Nggak apa-apa, kok" aku mengembalikan uang tersebut. Tapi ditolaknya.
"Katanya uang jajan Kasih dikurangin."

Aku masygul juga. Setiba di rumah, aku ceritakan hal tersebut pada Bundanya.

"O ya? Tapi dia bawa nasi, kok....." jawab Bundanya enteng saja.

Memang anak dan bunda sama saja. Sama-sama keras kepala......

Reading in the Dark

Aku digelari kutu buku bukan tanpa alasan.

born hereTerlahir di sebuah toko buku (!), menurut ayahku, umur tiga tahun aku sudah mulai membaca (meski aku tak ingat apa yang kubaca saat itu). Yang kuingat bahwa kelas 1 SD aku sudah membaca koran. Kelas dua SD, selain komik lokal dan terjemahan, aku sudah membaca serial silat karya Kho Ping Hoo dan buku-buku tebal seperti Baron von Münchhausen atau karya-karya Karl May.

Aku ingat bahwa setiap ayahku pergi dinas luar provinsi, yang aku minta sebagai oleh-oleh adalah buku, bukan mainan seperti anak lain umumnya. Kalaupun aku punya mainan itu karena ada yang memberikan sebagai kado ulang tahun dan tidak begitu aku pedulikan.

Hal lain, aku seorang penderita insomnia kronis. Menurut ibuku, sejak lahir aku sudah menjadi tukang bergadang.
Akibatnya malam-malam panjang kulalui dengan membaca. Mulai dari koran bekas pembungkus pisang goreng sampai ensiklopedi.

Ibuku yang khawatir akan kesehatanku karena (dianggap) selalu kurang tidur akibat membaca, menerapkan aturan bahwa lampu kamar sudah harus dipadamkan setelah pukul 10 malam. Toh mataku tetap nyalang terjaga sampai azan subuh. Akhirnya kuputuskan menggunakan lampu senter sebagai sumber penerangan, dan aku membaca dalam naungan sarung sebagai selimut. Efeknya baru kurasakan sekarang: indra penglihatanku sangat menurun kemampuannya.

Belakangan ini aku mulai membatasi membaca. Apalagi sekarang aku lebih banyak berhadapan dengan komputer, yang membuatku memilih format e-book daripada hardcopy. Dengan begitu banyak pilihan, aku mulai memilah mana yang masih bisa ditampung otak, mana yang hanya sekadar selingan, atau yang memang must read. Tapi kebiasaan membaca dalam gelap mutlak aku tinggalkan. Dan karena seringnya pemadaman listrik di Banda Aceh, aku jadi lebih banyak punya waktu untuk merenung daripada membaca. Renungan yang menjadi sumber tulisan di beberapa blog milikku. Dan mungkin tulisan-tulisanku dapat membuat segelintir orang menjadi gemar membaca.

Hanya satu saranku : jangan membaca dalam gelap.

Rabu, Mei 21, 2008

Ali nyang Sadikin

Bang, aye kaget denger berite Abang ude kagak ade. Aye shock, bang!
Biarpun aye bukan warga Jakarte, tapi aye perne tinggal di Jakarte biar cuma setaon. Waktu entu nyang jadi gebernur juge bukan Abang lagi. Tapi peninggalan Abang selame sebelas taon jadi gubernur aye ikutan ngerasain.

Aye paling seneng same TIM, Bang. Banyak senimannye, ye? IKJ entu sekole tingginye seniman ye, Bang?

Abang pegi pas kite-kite lagi memperingatin seratus taon Kebangkitan Nasional.
Angke seratus kalo dibagi due pan jadi lime puluh, kayak waktu Abang bikin petisi same temen-temen Abang nyang peduli same bangse. Abang berani, ye?

Abang ude perne jadi Angkatan Laut. Letjen purnawirawan ye, Bang? Ude jadi menteri laut waktu kabinetnye cepek menteri.

Juge ude perne jadi Gubernur nyang paling hebring. Sebelas taon, gitcu loh! Jakarte kagak ade ape-apenye kalo bukan karene Abang. Padalan Soekarno milih Abang jadi gubernur karene Abang koppig, bahase kumpeninye.
Sekarang Jakarte banjir mulu, Bang. Demo ampir tiap ari, ngalahin tabloid mingguan aje. Sampah... duille, bingung mau dikemanain.

Nyang namenye Bappeda, nyang ngerencanain pembangunan daerah, entu pan ide-nye Abang. Coba kalo bukan karene inisisatip Abang taon 1968 dulu, mane ade nyang ngerencanain daerah mau dibangun kayak ape? Nyang istile tertib pemerintahan bise jadi juge karene Abang orangnye.

Abang ude dapet Bintang Mahaputera Adipradana untuk jase-jase Abang bangun Jakarte. Jadi orang pertame yang ngedapetin Anugerah Cipta Utama karene jase Abang buat kesenian. Abang juga digelar guru bangse taon due rebu lime kemaren.

Nih kalo aye bole ngomong jujur, pas repotnasi dulu aye nyalonin Abang jadi Presiden. Sumpe!

Aye sedih bener, Bang. Tapi aye pecaye Tuhan pasti sayang same Abang. Rume Abang di sorga pasti gede, ye Bang? Doa aye buat Abang. Barengin salam aye buat Mpok Nani....


Farewell, our great leader!

(in memoriam: Ali Sadikin. 7 Juli 1927 - 20 Mei 2008)

Selasa, Mei 20, 2008

Nation's Awakening

Gambar di sebelah kukopat dari
Bad grammar in a tourism ad campaign getting the boot

Tadi judul maunya Boedi Oetomo(?).

Tapi karena relevansi tulisan ini dengan "100 Tahun Kebangkitan Nasional", makanya diganti dengan potongan slogan Visit Indonesia Year 2008 yang dihubung-hubungkan dengan peringatan tersebut. Kenapa sepotong? Karena '100 tahun' juga merupakan rentang waktu yang diragukan.

Dari SD kita diajarkan bahwa tanggal pendirian kelompok mahasiswa sekolah kedokteran STOVIA merupakan milestone pertama kebangkitan sebuah nation yang bernama Indonesia. Sayang, sampai sekarang belum jelas apakah tujuan pendirian perkumpulan Boedi Oetomo memang memiliki visi 'Indonesia', atau hanya perkumpulan mahasiswa asal Jawa yang tercermin pada namanya.

Dari segi penggunaan bahasa Melayu yang kemudian diakui sebagai bahasa Indonesia, lebih layak Sarekat Islam/Sarekat Dagang Islam yang lahir pada tahun 1905 sebagai awal bangkitnya kesadaran suatu bangsa. Tetapi Islamophobia yang menjangkiti setiap penguasa mulai dari penjajah Belanda sampai Orde Baru menafikan fakta sejarah ini.

Bangsa ini hidup dalam slogan-slogan kosong yang gagal menjadi picu kesadaran berbangsa. Seperti slogan 'Indonesia Bisa'. Bisa apa? Di Banda Aceh, yang notabene merupakan 'gerbang barat' Indonesia, bahkan orang lebih tahu bahwa 20 Mei kemarin libur Waisak. Hampir tak tampak spanduk atau logo yang berhubungan dengan 'hari nasional' tersebut.

Keindonesiaan hanya dapat diresapi orang-orang di daerah jika 'pusat' tidak memperlakukan daerah sebagai bagian yang potensial untuk dikuras, tetapi penduduknya terlalu malas dan bodoh untuk maju.

Minggu, Mei 18, 2008

Luigiy Hilang!

luigiy dan hiliyHari Rabu sore, 14 Mei, diketahui bahwa salah satu kura-kura hijau milik Kasih yang bernama Luigiy hilang. Aku juga baru tahu kalau cara nulisnya Luigiy, bukan Luigi, dari coretan Kasih di kalender.
Coretannya pada tanggal 14 berbunyi: "By (maksudnya bye) Luigiy. dan ada gambar hati yang bermaknakan love.

Sore itu, dengan terisak-isak ia menelponku:
"Ayah.... Luigiy hilang!"

"Nanti Ayah cari, nak. Mungkin Luigiy sembunyi di bawah tempat tidur...." jawabku mencoba menenangkan Kasih.

"Nggak ada, Yah. Padahal.. padahal cuma Kasih tinggalin bentar...." terbata-bata sambil masih terdengar isakannya.

"Tenang aja dulu, Sayang. Nanti pasti ketemu," aku meyakinkannya. Rumah kami yang merupakan dunia luas bagi kura-kura hijau kesayangan anakku itu, tetap saja berukuran 5m X 6m.

Malam harinya, aku mencari Luigiy ke seluruh sudut rumah. Kolong ranjang, kaki lemari, sudut dapur, dan bisa dikatakan habis seluruh lokasi rumah kusisiri. Tapi karena mati lampu, aku dan Kasih menggunakan senter sebagai penerangan.

Akhirnya setelah tiga jam, aku menyerah. Keringatku bercucuran.

"Sayang, kalau Luigiy masih ada di dalam rumah, pasti dia akan keluar nyari mbak Kasih", kataku sambil menatap matanya yang berkaca-kaca. (Ia membahasakan dirinya 'mbak' kepada hewan peliharaan dan boneka-bonekanya).

"Apa ada yang ngambil Luigiy, Ayah?" ia bertanya. Pertanyaan yang wajar, mengingat rumahku dalam kompleks sekolahan taman kanak-kanak. Aku yakin ia tidak bermaksud menuduh siap-siapa, tapi kalau ternyata Luigiy sampai nyelonong keluar rumah, siapa yang menjamin tidak ada yang mengantonginya?

"Kalau ada yang ngambil pasti Luigiy dipelihara baik-baik sama yang ngambil," hiburku sekali lagi.

"Kasih nggak rela.....," dan airmatanya kembali berlinang.

Dan tanggal lima belas malam, sepulang dari kerja, aku melihat tulisan di atas tadi pada kalender meja di atas tv.

Aku menghiburnya dengan berjanji akan membelikan kura-kura lain. Ia hanya menggangguk tanpa semangat.

Hingga kemarin pagi saat kutinggalkan rumah, anakku kelihatan lemas dan hampir tak mau makan. Hiliy, kura-kura hijau yang seekor lagi tetap diberi makan, tetapi kelihatan kalau ia tak begitu bersemangat lagi. Mungkin Kasih merasa berdosa telah menghilang Luigiy. Ia juga tak menagih janjiku untuk membeli kura-kura yang baru.

Kemarin sore, aku masih berkutat dengan persoalan di tempat kerjaku. Telepon berdering. Dari Kasih.

"Ayah! Luigiy ketemu! Di dalam sajadah Bunda!"

Aku jadi lupa dengan problem pekerjaan yang sedang kuhadapi. Suara riangnya terdengar begitu indah, mengobati galau dihatiku.

Menurut perkiraanku, Luigiy bersembunyi di bawah lemari dekat sajadah untuk shalat. Pada malam pencarian kami, ia tertutup kaki lemari pada angle yang susah dilihat, karena lemari menempel dinding. Setelah tiga hari, ia merasa lapar dan keluar dan masuk ke dalam lipatan sajadah. Saat Bunda Kasih hendak shalat Asyar, ia mengibaskan sajadah dan Luigiy terpental. Untuk saja kibasan istriku tidak terlalu kuat.

Malamnya, aku menemukan tulisan "Luigiy ketemu disajadah bunda" pada kotak tanggal 17 Mei di kalender.

Dan akhirnya kutemukan lagi canda riang Kasih anakku tersayang.
Kesadaran baruku timbul. Persoalan seberat apapun tak akan terasa berat selama yang kau kasihi bahagia. Mudah-mudahan hal ini berlaku juga pada pembaca.

Kaffah


  1. Apakah sih, artinya Kaffah?

  2. Artinya sempurna. Kalau menjalankan syariat Islam harus secara lengkap dan menyeluruh



  1. Syariat Islam yang mana?

  2. Seperti dalam Al-Qur'an dan Hadist, lah!


  1. Sama-sama pegang Al-Qur'an dan Hadist, tapi kenapa antara sesama muslim bisa nggak klop? Misalnya Sunni dan Syiah di Irak, sampai bunuh-bunuhan, lebih dari binatang. Ngakunya berdasarkan Al-Qur'an, tapi apakah dalam Al-Qur'an dibenarkan saling membunuh?

  2. Itu politik dan kekuasaan, bung! Bukan Qur'an dan Hadist.
    Yang penting kita menjalankan apa perintah dalam Al-Qur;an dan Hadist, serta menjauhi apa yang dilarang.


  1. Yang masalah kan kalau ada yang mengklaim kalau ia yang paling benar dalam menjalankan syariat agama. Padahal para ahli tafsir tidak semuanya memiliki satu persepsi tentang ayat-ayat Qur'an dan nash Hadist

  2. Memang, sih. Pemahaman terhadap Qur'an dan Hadist tergantung masing-masing hati manusia.



  1. Yang bahaya, banyak yang menafsirkan menurut enaknya perut sendiri

  2. Betul. Memang susah kalau merasa diri sendiri yang paling benar. Malah kadang-kadang melebihi Tuhan.


  1. Ya, seperti Qanun yang mengatur bagaimana kita harus berpakaian, bersikap dan menjalankan ibadah. Kenapa apa yang sudah diatur dalam Al-Qur;an, masih harus diatur lagi oleh manusia?

  2. He he he, aku jadi ingat sebuah pameo: peraturan dibuat untuk dilanggar. Entah berapa banyak undang-undang, peraturan, ketetapan, keputusan, yang implementasinya menyimpang.


  1. Seperti gambar-gambar iklan di kota kita ini. Semua wanita memakai jilbab. Waktu saya keluar kota, ternyata iklannya sama, wanitanya sama, tapi tidak berjilbab.

  2. Jadinya seperti iklan sesuai syariat, ya?


  1. Tapi ada faham yang mengatakan bahwa tidak boleh ada bentuk buatan manusia yang menyerupai manusia atau binatang, karena dapat mendorong kepada musyrik.

  2. Benar juga. Makanya senirupa Islami lebih berupa kaligrafi atau ornamen bukan manusia atau hewan, ya?


  1. Sebenarnya, yang penting kita tidak hanyut dalam waham benar sendiri. Seperti kata pepatah: Semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tidak tampak.

  2. Ya iya, lah! Kalau gajah nempel, mata ketutup!

Jumat, Mei 16, 2008

Iago

Isu SMS Ring in Red yang menghebohkan mengingatkanku pada Iago, salah satu karakter Shakespeare dalam Othello. Tipikal provokator masa kini yang dengan tepat dihidupkan oleh Shakespeare dalam karyanya tersebut.

Sebagai provokator, Iago tidak mempunyai kesadaran moral. Ia mampu berbohong meyakinkan Othello bahwa Desdemona istrinya sendiri telah berselingkuh, yang dipercayai Othello meski Desdemona membantah.

Iago adalah psikopat.

Agatha Christie juga mengangkat tema yang sama dalam novel terakhirnya "Curtain" (1975) yang merupakan kasus terakhir detektif cemerlang berkepala seperti pentol korek, Hercule Poirot.

Dalam zaman modern kini, psikopat seperti Iago berkeliaran dimana-mana. Tanpa rasa bersalah, mereka menebar racun fitnah, menggunakan mulut dan tangan orang lain untuk kepuasan atau kepentingannya sendiri. Mereka akan menebarkan kebohongan kepada suami atau istri, atasan, tetangga, dan akan diyakini sebagai kebenaran tanpa pembuktian. Apapun yang dapat membuat orang lain melakukan hal-hal yang tak mungkin dilakukannya tanpa dorongan tertentu. Mereka menciptakan kriminal yang tidak seharusnya ada.

Bagaimana menghadapi Iago-Iago zaman sekarang?

Agatha Cristie mempunyai jawaban sederhana. Hercule Poirot yang tahu bahwa ajalnya sendiri hampir tiba, melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hati nuraninya dan dianggap akan menodai karirnya yang cemerlang: ia membunuh sang provokator dalam hujan badai malam hari.

(foto diambil dari Washington Informer, Sept 15, 2005)

Rabu, Mei 14, 2008

Traitor, Traitor

Julius Caesar terbaring bersimbah darah. Luka-luka tikaman belati ditujahkan ketubuhnya oleh para senator Roma yang tidak mengehendaki ia terus berkuasa. Penguasa perkasa yang telah menaklukkan Galia, Nubia dan Egypt itu dalam sekarat memandang tak percaya ke arah Marcus Junius Brutus, sahabat dekat sekaligus tangan kanan yang menghujamkan belati ke jantung Caesar.

"Et tu, Brute?" kalimat terakhir yang diucapkannya dalam bahasa Yunani itu menjadi sangat terkenal berabad-abad kemudian. Ia menghembuskan nafas terakhir dengan mata terbuka penuh kecewa.

Soeharto pada saat kejatuhannya menyebut Harmoko, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat saat itu, sebagai Brutus.
Mungkin diluar dugaannya bahwa orang kepercayaannya, bekas Menteri Penerangan tiga kali berturut-turut yang menjadi corong kebijakannya itu, ikut menjadi aktor yang memakzulkannya dari singgasana kekuasaan yang tekah ia diduduki selama tiga puluh dua tahun.
Sekarang ini Harmoko hanya tersenyum bila ditanyai tentang momen bersejarah tersebut. Toh, ia bukan Brutus. Sebagaimana Soeharto bukan Julius Caesar.

Saat Judas Iskariot menciumnya di Taman Getzemani, Isa Al-Masih bersabda dengan sedih:
"Kamulah orangnya, Judas..."

Sang Nabi yang dielu-elukan sebagai Raja Kaum Yahudi itu sudah tahu bahwa Judas akan menjualnya demi keping-keping perak kepada para rabbi yang kebakaran kumis dan jenggot karena merasa terancam posisi mereka yang tinggi di masyarakat.

Dan Judas disalib sebagai pengganti Isa seperti dalam Kitab Al-Quranul Karim.
Dan Judas menjalankan takdirnya sebagai pengkhianat paling ternama dalam sejarah, bersama-sama Brutus.

Kisah pengkhianatan bersimbah darah sudah dimulai dari awal hadirnya manusia, ketika Kabil membunuh Habil. Dan turun-temurun beranak cucu mencicit piut dari generasi ke generasi sejarah selalu berulang, merepetisi kejadian-kejadian yang seharusnya jadi pelajaran.

Brutus atau Judas ada di sekitar kita, bahkan mungkin tidur di bawah satu selimut dan makan sepiring nasi denganmu.
Mungkin intuisimu cukup tajam, sehingga kamu tahu bahwa Judas telah menerima tawaran untuk memenggal kepalamu.
Atau ketika kamu terbaring bersimbah darah, memandang Brutus, yang tadinya adalah orangmu nomor satu.

Atau, jangan-jangan, kamu adalah Brutus bagi Julius garis miring Judas bagi Al-Masih.....

Selasa, Mei 13, 2008

Kematian yang Indah

Wahai Kekasihku,
Ketika kudengar kabar bahwa seorang pemujaMu,
Kau berikan kesempatan bersanding disisiMu,
dengan upacara megah meriah mengharu biru,
dengan tersungkur di kakiMu dalam memuji ketinggianMu
dan Riaddul Jannah tempatnya Kau berikan

Kasihku,
Aku cemburuuuuuuu!
Aku sedar tak selalu kutepat waktu jadwal janji sua denganMu
yang hanya lima kali dari terbit matahari hingga terbit kembali keesokan hari,
bahkan meski dekat kadang ku jauh dan lupakanMu
alpa insan yang sempurna dalam ciptaan
hanyut dalam ujian

Tapi, Kekasihku
Kau adalah Penyayang yang Paling Pengasih
dan Pengasih nan Maha Penyayang
pintu maafMu selalu terbuka jembar
takkan pernah terkunci tertutup rapat
dosa makhluk yang hina bukanlah noda hitam anti luntur

karena itu aku memohon kepadaMu
bila tiba saat bersatu
entah detik ini atau seratus tahun lagi,
berikanlah kemuliaan yang sama
dengan dia yang Kau ijinkan menemuiMu dalam format ruh
saat bersujud menyembah mengagungkanMu

(foto seorang pria yang meninggal saat bersujud dalam shalat di Masjidil Nabawi)

Senin, Mei 12, 2008

Having Religion, Being Religious, Or Not?

"Setiap hari Minggu saya dua kali ke gereja," katanya dalam bahasa Indonesia dengan logat yang lucu.

Sebetulnya masih terlalu pagi, baru jam sembilan malam. Tapi kami bertiga sudah terdampar di sebuah pub terbuka, di jalan Braga. Aku dan ia memesan bir, sedangkan teman yang satunya meminta minuman bersoda. Pub itu masih sepi. Hanya kami bertiga dan dua pelanggan lain. Kelihatan dua wanita berpakaian seronok dan make up yang tebal sedang bermain bilyar. Mungkin pelacur, atau mungkin hanya penggemar dunia gemerlap.
Jumat malam itu kota Bandung diguyur gerimis. Rinai hujan tak menghentikan kehidupan malam yang baru memulai geliatnya.

"Untuk mengantar dan menjemput istri dan anak-anak," sambungnya sambil terkekeh.

"Saya sendiri tidak percaya Tuhan," lanjutnya lagi sambil meneguk bir impor dari Jerman.

Tadinya aku mengira ia berasal dari Jerman atau Austria. Tapi menurut pengakuannya, ia keturunan Nordik. Istrinya wanita pribumi dan ia sudah tinggal di Indonesia selama hampir 20 tahun.

"Apakah Anda seorang Muslim yang taat ?" selidiknya. Mungkin karena melihatku menenggak bir lokal dalam sekali angkat hanya bersisa setengah gelas.

"Me praying, yes. Mostly. Fasting every Ramadhan, frequently. But if you mean about my faith in God, absolutely. There is no doubt about God," jawabku menunjukkan kemampuan bahasa Inggrisku yang berantakan.

"Tapi kamu minum bir. Saya dengar bir haram untuk umat Islam," tuduhnya.

"Depends on criteria you've used to categorize an item into haram," jawabku yang tak sudi dituduh sebagai 'umat yang tak taat'.

"Booze becomes haram because it make ones drunk. It makes you drunk because the high level of alcohol mixed with it. Low level alcohol drink like beer, if does not make you drunk, there is no reason to put in as haram. I were able to take a dozen bottles and still drove home, only got to go to john all the night," jelasku memberikan argumen, yang tentu saja berdasarkan keinginan mau menang sendiri.

"In tapai or durian you will find alcohol. But no one told them as haram. The booze, not the alcohol," aku bicara untuk lebih meyakinkannya , meskipun dari mimik wajahnya kulihat ia berusaha menahan tawa.
Rekan kami hanya mengangguk-anggukkan kepala menikmati musik brit yang membahana dari soundsytem pub.
Jalan Braga orang yang lalu lalang semakin ramai. Pub kecil itu mulai terasa sesak dengan tambahan selusin pengunjung yang baru masuk.
Tampak beberapa keluarga gelandangan menggelar dus-dus karton sebagai alas tidur di trotoar jalan protokol kebanggaan kota. Keluarga-keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak dalam usia sekolah.
Kehadiran kami di Bandung untuk acara tahunan sebuah organisasi amal Internasional terbesar di dunia, yang bercita-cita menghapuskan penyakit, kemiskinan dan kebodohan dari muka bumi. Dan kami bertiga merupakan anggota aktif organisasi tersebut.

"Bagaimana dengan rokok?" ia bertanya setelah kami cukup lama terhanyut dengan pikiran masing-masing.

"Cigarettes? Haram. More damage than benefit," jawabku sambil mengepulkan asap dari rokok kretek dari bibirku.

"But, if you addicted to it, like I do now, then you are a sicko. You need to be heal, not to be condamned."

Jawabanku membuatnya terbahak-bahak.

Seorang wanita berbaju tank-top dan dandanan yang menor yang baru datang duduk disampingnya. Mereka kemudian berbicara berbisik-bisik. Tak lama, wanita itu pergi meninggalkan kami ke arah meja bilyar. Sendiri.

"Di negara asal saya orang-orang bebas menganut agama apa saja. Termasuk tidak beragama," tiba-tiba ia kembali berbicara.

"Sayang, segelintir bigot memanfaatkan kebebasan untuk menghina yang lain," gumamnya sambil menghela nafas panjang. Aku tahu yang dimaksud adalah kartun yang menghina Nabi Muhammad SAW.

Gerimis masih terus membasuh jalan Braga. Keluarga-keluarga gelandangan terlihat sudah mulai tidur. Seorang ibu menyusui bayinya sambil berselimutkan kain kumal.

Pub bertambah ramai.
Dari speaker besar quadrophonic di sudut pub terdengar John Lennon melantunkan Imagine :

Imagine there's no countries
It isn't hard to do
Nothing to kill or die for
And no religion too
Imagine all the people
Living life in peace


"Mimpi absurd seorang seniman," pikirku.
Mungkin kalau John Lennon hidup kembali, ia akan mengganti liriknya :
Imagine there's no human....

Tapi kalau tidak ada manusia, siapa yang akan menciptakan lagu?

Minggu, Mei 11, 2008

Kasih, Princess @ Animal Kingdom

Berbeda dengan bundanya yang tidak suka hewan dan malahan cenderung phobia, Kasih adalah seorang pencinta binatang. Bahkan, saluran televisinya favoritnya adalah Animal Planet! Saking seringnya menonton tayangan-tayangan saluran tv kabel tersebut, ia hapal setiap hewan-hewan dan tokoh-tokoh yang muncul. Bahkan siaran ulang pun tetap dilahapnya berkali-kali.

Ia tidak mengijinkan saya untuk menyakiti hewan, termasuk laba-laba dan semut.
Jika Bunda Kasih memasak ikan, kepiting atau udang dan ia melihat proses 'pembersihannya', maka dapat dipastikan ia tidak akan menyentuh masakan bundanya tersebut.

Sebenarnya ia ingin memelihara kucing, bahkan monyet, tetapi bundanya tak pernah setuju. Akhirnya kami hanya memelihara peliharaan air.

Sewaktu masih di Jambi,kami memelihara maskoki jenis ranchu berbagai warna. Kasih memberi nama satu per satu ranchu-nya, tapi aku sudah tak ingat lagi nama-nama apa yang ia berikan. Yang jelas, bukan nama yang umum.
Kami juga memberinya seekor bayi kura-kura brazil (red ear slider) yang diberi nama "Turtle" (he he he......)

Seekor ikan palmas (Polypterus palmas polli) yang disebut juga ikan naga juga menjadi peliharaan kami. Kami pelihara mulai dari panjang 5 cm hingga terakhir sebelum pindah ke Banda Aceh sudah 25 cm panjangnya. Memiliki hewan peliharaan memang membuat kita harus disiplin. Setiap pergi selalu teringat bahwa ikan peliharaan belum diberi makan, airnya apakah masih bersih, apakah filternya sudah waktunya diganti, dan lain-lain. Kalau keluar kota terpaksa mencari orang untuk mengawasi makanannya.

Ketika musim ayam teletubbies (anak ayam sortiran yang diberi pewarna, Kasih tak luput merengek minta dibelikan sepulang dari les bahasa Inggris di pasar Angso Duo. Karena tak tega, akhirnya kami membelikan 3 ekor. Tapi karena namanya ayam reject, tiga hari kemudian salah satunya mati. Satunya lagi menyusul seminggu kemudian.
Tak sanggup menahan kesedihan, kemudian Kasih memberikan sisanya yang seekor ke seorang anak temanku. Eh, malah usianya cukupnya panjang juga, sampai kami pindah dari Jambi, si Teletubby masih hidup.

Rumah kami yang kecil di Banda Aceh tidak memungkinkan untuk memiliki akuarium yang besar. Tapi karena Kasih sangat ingin memelihara hewan, ketika ke Medan aku membelikan tiga ekor kura-kura hijau untuknya. Ia memberi nama: Luigi, Hili dan Kura (!)
Kura ternyata tak beruntung, hanya berumur tiga bulan dan kemudian terpaksa kami kebumikan. Aku tak sanggup menceritakan tentang kesedihan Kasih saat itu.
Sekarang yang tertinggal adalah Luigi dan Hili (yang aku dan bundanya tidak bisa membedakan antara Luigi dan Hili). Hampir setiap saat Kasih bermain dengan keduanya, kadang dibawa jalan-jalan, atau diajak bermain di tempat tidur. Lucunya, hewan itu sangat patuh padanya. Jika Kasih memberi perintah: "Ayo main!", maka keduanya akan mengeluarkan kepala dan berjalan mendekatinya.

Dan kalau ia mau berangkat sekolah, tak lupa Kasih mencium kura-kuranya itu!

Birma

Nargis datang, dan bangsa yang terkurung di balik terali junta militer itu harus menderita lebih dalam lagi. Diperkirakan 15.000 jiwa melayang (maybe more), hampir satu juta setengah lainnya kehilangan harta benda dan tempat bernaung, dan rusaknya infrastruktur yang belum dapat ditaksir.

Toh, nyawa yang hilang hanya angka-angka statistik. Apalah beda satu atau lima belas ribu nyawa? Atau ratusan ribu seperti pada bencana gempa dan tsunami 26 Desember 2004 yang merupakan bencana dunia?
Bencana silih berganti untuk menjadi headline news dan segera hilang begitu ada perisitiwa spektakuler lain terjadi. Hanya pekerja kemanusiaan yang bersimbah peluh mengurangi beban derita korban hidup dan saat tidur mengalami mimpi buruk yang panjang.

Di Myanmar, seorang Aung San Su Kyi hanyalah dissident bagi junta penguasa. Ancaman bagi stabilitas yang tidak boleh ada sehingga harus dibungkam dan diberangus kebebasannya.

Apa yang kita ketahui tentang Myanmar?

Nama "Myanmar" berasal dari Myanma Naingngandaw yang dipersingkat. Nama Myanma (atau Mranma Prañ) telah digunakan sejak abad 13 tetapi artinya sampai saat ini tetap merupakan misteri. Dalam dokumen kuno berbahasa Inggris pernah disebutkan Bermah, dan kemudian Burmah. Burma dalam Perancis dikenal dengan Birmanie, Birmania dalam bahasa Italia dan Spanyol serta Birmânia dalam bahasa Portugis. Kita sendiri lebih dulu menyebutnya Birma. Saudara kita serumpun. Tetangga kita dalam suatu dusun global yang disebut Asia Tenggara. Tetangga yang menutup pintu dari cahaya demokrasi.

Bagaimana kisah aftermath badai siklon Nargis menghancurkan sebagian wilayah Myanmar, Jumat, 2 Mei lalu?

Dalam sebuah dongeng kuno Tiongkok, tercantum sebuah petuah bijak : bencana adalah berkah terselubung vis-à-vis.

Mudah-mudahan apapun story endingnya, bukan bukti bahwa manusia memang tidak layak menjadi khalifah di bumi ini.

Jumat, Mei 09, 2008

Geli, Tau!

Alhamdulillah, Kasih sudah tidak demam lagi. Berganti dengan pilek dan batuk.
(Dasar Melayu, apapun kejadian tetap untung....)

Artinya Kasih terkena flu biasa.

Tapi hidungnya yang buntu membuat tidurnya gelisah. Ia sering mengigau sehingga aku dan bundanya tidak dapat tidur nyenyak. Alhasil pagi harinya kami berdua berangkat kerja dengan badan pegal linu dan mata kuyu.

Di tempat kerja Bunda Kasih, siang itu kedatangan sales alat pijat elektrik berbentuk lumba-lumba.
Berkat kepiawaian sang sales ditambah kondisi tubuh Bunda Kasih yang pegal-pegal, akhirnya satu alat massaseur itu menjadi milik kami. Bunda Kasih bermaksud segera mendayagunakan alat tersebut setibanya di rumah sore hari.

Malang tak dapat ditolak mujur tak dapat diraih, malam itu giliran wilayah rumah kami mendapat jatah pemadaman arus listrik. Niat hati untuk berpijat ria terpaksa ditunda sampai listrik kembali menyala.

Jam sepuluh malam akhirnya berakhir jatah gelap gulita kami. Kasih tertidur satu jam sebelumnya.
Tanpa membuang waktu Bunda Kasih segera menancapkan stekker buntut ikan dolphin itu ke dalam stop kontak. Dan kemudian terdengar suara dengung dari motor pemijat dan kalimat Aduh.... enaknya!" dari mulut Bunda Kasih.

Kasih gelisah dan mengigau (hidungnya masih buntu oleh ingus). Bunda Kasih yang merasa kasihan kemudian memegang pergelangan kaki kanan Kasih dengan tangan kiri dan menggetarkan telapak kaki putri kesayangan kami itu dengan alat yang dipegang dengan tangan kanan. Setelah dirasakan cukup, pindah ke tapak kaki sebelah kiri. Kasih tak bergeming. Ia berhenti mengigau dan tidur dengan lelap sampai pagi.

Kamis, keesokan harinya, sekalian pulang istirahat makan siang aku menjemputnya dari sekolah. Di tengah perjalanan , ia bertanya:

"Ayah, Ayah tadi malam pijit kaki Kasih pake Dolphin, ya?"

Belum sempat aku menjawab bahwa bundanya yang melakukan itu -bukan aku, ia sudah mengajukan komplain:

"GELI, TAU!"

Demokrasi

- “Aku tak setuju dengan demokrasi,” katanya kepada temannya. Ia meletakkan koran pagi di atas meja. Headline halaman depan: "Partai Nasional bersaing dengan Partai Lokal". Kemudian menyeruput teh susu dingin yang baru diantarkan pelayan kedai kopi.

- “Mengapa?” tanya temannya.

- “Demokrasi adalah tirani mayoritas terrhadap minoritas,” jawabnya sambil mengusap sisa teh susu yang menempel di ujung kumis.

- “Tidak selalu. Demokrasi merupakan cara satu-satunya untuk memilih wakil atau pemimpin. Pihak yang kalah harus menerima dengan legowo, Itu namanya sportivitas,” lawan bicaranya berargumen sambil mengocok telur setengah matang dalam gelas dengan sendok kecil.

- “Bagaimana jika di negeri yang mayoritas penduduknya terdiri dari pencuri, dan karena sistem demokrasi maka terpilih pemimpin yang juga pencuri? Siapa yang akan melindungi minoritas non-pencuri?”

- “Metafora yang absurd. Bahkan seorang percuri mikir dua belas kali untuk milih sesama maling sebagai pemimpin. Karena ia tahu bahwa harta miliknya tidak aman jika pemimpin kleptomania,” sanggah kawannya sambil terus mengaduk telor.

- “Tidak juga. Maling akan berpikir jika yang menjadi leader bukan dari kaumnya, maka leader itu akan membatasi usaha permalingan,” ngotot orang pertama.

- “Dan jika -hanya jika- yang terpilih ternyata non-pencuri, toh dalam waktu yang tidak terlalu lama ia akan menjadi pencuri juga, karena sadar bahwa konstituennya mayoritas pencuri. Seorang leader tidak dapat menjadi pemimpin tanpa pengikut yang mendukungnya,” sambungnya. Ia berhenti untuk menyalakan rokok.

Setelah yakin bahwa telor setengah matang rata terkocok, pembicara kedua menghabiskannya dengan sekali teguk.
Pertanyaannya kepada orang pertama:

- “Jadi kalau bukan dengan demokrasi, bagaimana caranya memilih pemimpin?
Kepemimpinan saat ini bukan jabatan turun-temurun seperti harta warisan. Jaman raja-raja sudah tidak mungkin diterapkan di era moderen ini. Sudah kadaluwarsa..”

- “Yang terbaik adalah seperti ‘Republik’ Plato. Pemimpin ditentukan oleh segelintir elite jenius -crème de la societe- yang bertanggungjawab terhadap hal-hal penting penyelenggaraan negara serta tidak memiliki kepentingan pribadi,” jawab orang pertama, meskipun sebenarnya ia belum pernah membaca hasil pemikiran Plato, hanya mengutip dari artikel majalah tentang filsafat Yunani kuno.

- "Tapi di negara modern yang menganut paham tiga pilar institusi menurut Adam Smith dalam Wealth of Nations, pembagian tugas antara pembuat kebijakan, pengambil keputusan dan penyelenggara keadilan membuat demokrasi layak dipertahankan," ngotot pembicara kedua yang juga mengetahui tentang Wealth of Nations dari pelajaran ilmu sosial semasa sekolah menengah.

- "Pembuat kebijakan membuat undang-undang berdasarkan kebutuhan kelompok maling, pengambil keputusan berdasarkan rampasan yang dapat diraup, dan penyelenggara keadilan atas dasar jumlah uang sogok. Bagian mana yang layak dipertahankan?" sahut orang pertama.

- “Baiklah. Jika pemimpin dipilih oleh sekelompok elite jenius, siapakah yang akan memilih para elite tersebut?“ pembicara kedua bertanya.

Orang pertama itu diam. Ibarat bermain catur, maka pertanyaan tadi adalah schakmaat.

Alih-alih pembicaraan berganti haluan.

- “Tahun depan pilih partai mana?”

- “Aku memilih untuk jalan-jalan ke Thailand. Kau?”

- “Aku akan datang ke tempat pemilihan dan masuk ke bilik pencoblosan, tapi golput. “

Orang pertama kemudian menjelaskan karena melihat dahi pembicara kedua yang berkerut:

- “Kalau nggak milih nggak enak dengan si Fulan, si Fulin, si Fulun dan si Filun. Aku sudah janji untuk milih mereka semua, tapi kan nggak mungkin. Makanya perlu pura-pura. Jadi, siapapun yang menang nanti tetap punya backing vocal di parlemen,” jawab orang pertama sambil nyengir.

- “Sudah dapat paket proyek untuk tahun ini?” topik pembicaraan berganti lagi.

- “Belum,” desah pembicara kedua.
- “Kalau kau?”

- “Masih negosiasi dengan panitia dan pimpro untuk pengadaan korek kuping di dinas A. Mereka minta fee lebih besar lima persen dari yang biasanya.
Ada juga tawaran untuk proyek pengadaan tusuk gigi dan tisu wc dari pejabat kantor B. Nanti malam janji jumpa di lobby Hotel M,” jawab kawannya tadi sambil menghabiskan teh susu dingin.

- “Kalau butuh perusahaan pendamping, pakai saja punyaku,” usul yang kedua.

- “Beres, semua bisa diatur” sahut orang pertama.

Tak lama kemudian mereka bubar meninggalkan kedai kopi yang penuh dengan orang berseragam pegawai negara itu.

Rabu, Mei 07, 2008

Majnoon

Kulihat ia sedang mengorek-ngorek tong sampah di depan sebuah rumah makan yang masih tutup. Tangannya menjumput segenggam nasi basi berwarna kuning kecoklat-coklatan, mungkin oleh sebab kuah gulai bercampur jamur. Nasi buangan sisa santapan pelanggan dari rumah makan itu tadi malam.
Wajahnya yang gurat retak tak hendak menyamarkan ketampanan yang mengalahkan pesona aktor tonil Dardanella yang paling masyhur, jika saja pakaian yang dkenakannya tidak tercabik di sana sini dan rambutnya yang kusut masai panjang sebahu berkenalan dengan gunting tukang cukur dan cairan pencuci rambut.
Kulihat mulutnya menggumamkan sebaris kalimat yang tidak begitu jelas sebelum mengantar gumpalan nasi tadi ke liang mulutnya. Perlahan-lahan ia mengunyah sambil terus bergumam meracau terputus-putus dengan nada suara yang rendah.

Tak terduga tiba-tiba ia menangis tersengguk-sengguk.

“Laila….., Laila……,” ratapnya berkali-kali dengan sedu sedan yang menyayat hati. Bahkan sukmaku seakan ikut terhanyut terisak bersamanya.
Dan seperti mulanya yang tanpa isyarat, mendadak tangisnya berganti gelak membahana liar menggedor gendang telinga.

‘LAILAAAAA!” teriaknya meledakkan udara dalam paru-paru seraya menengadah menantang langit. Kedua tangannya terangkat tinggi seperti hendak meraih rembulan purnama yang mulai memudar di dingin pagi.
Ia bertahan dalam posisi tegak mematung dalam waktu lama, seakan membeku menjadi karang batu Malin Kundang yang dikutuk ibu nan durhaka.
Aku tak berlama-lama karnakan pegal kaki berdiri. Kutinggalkan ia yang diam membisu di tengah lalu lalang orang-orang yang bergegas ke tempat kerja.

***

Ternyata itu bukan pertemuan yang terakhir.
Suatu siang kulihat ia saat melintas di pusat ramai kota. Segerombolan anak kecil berseragam sekolah mengikuti dari belakang dan dengan bengis melontarnya dengan sampah dan kerikil sambil bersorak-sorai:
“Majenun cinta Laila! Majenun cinta Laila!”

Ia tak terusik dan tetap melangkah dengan gontai. Mulutnya terus berkomat-kamit seperti mendaras:
“Laila, Laila, Laila Laila….”
Sampai akhirnya seorang nenek renta membubarkan barisan berandal itu dengan ayunan gagang sapu dan sumpah serapah yang ditujukan kepada ibu mereka yang dikatakannya telah melahirkan jadah tak tentu ayah.

***

Beberapa hari kemudian saat makan malam sendirian di sebuah warung tenda kaki lima, aku bergidik sebab rasa semilir angin sejuk menghembus tengkuk. Aku menoleh ke balik pundak dan kulihat ia berdiri sejauh lemparan batu, sedang menatapku dengan matanya yang dalam dan cekung.

Rasa iba membuatku menyuruh pemilik warung untuk membungkuskan nasi sayur dan sepotong daging rendang untuk diberikan pada orang gila itu atas tanggunganku.
Kulihat ia menerima pemberianku dengan mulut bergerak-gerak, meski aku yakin yang diucapkannya bukan kata-kata terima kasih. Tapi untuk menuntaskan rasa penasaran, kutanyakan juga kepada pemilik warung:
“Bibi, ia bilang apa?”
Empunya warung tertawa sambil menjawab:
“Laila… Laila…”
Saat aku melangkah menyusur jalan pulang sesudah santap malam itu, kulihat ia sedang berjongkok dihadapan segerombolan anjing jalanan. Nasi bungkus yang kubeli untuknya dihabiskan oleh kumpulan hewan liar yang kelaparan.

***

Pulang menjelang pagi dari perjalanan jauh membuatku mampir di surau batas kota. Masih ada waktu untuk Isya. Menggigil kedinginan oleh air wudhu, aku masuk ke dalam surau menuju mihrab. Ternyata di sana kulihat si gila sendirian sedang berduduk tahhiyat akhir. Entah untuk shalat fardlu atau sunnah yang mana, aku tak tahu.
Sebelum aku membisik nawaitu dengan sir, sempat kulihat ia menggeleng mengucap salam sementara air mata membanjir di relung pipinya.
Sampai selesai empat rakaatku, ternyata ia masih duduk bersila hanya mengeluarkan suara lirih yang hilang timbul terkurung dinding mihrab:
“Laila…. Laila…. Laila…”
Tapi mengapa aku merasa bukan hanya aku yang mendengar?

***

Setelah peristiwa-peristiwa itu, masih beberapa kali lagi takdir menjumpakanku dengannya. Dalam berbagai waktu dan beraneka suasana. Tapi aku tetap tak kenal siapa namanya sebenar, tak tahu di mana kampungnya berasal, atau keluarga asalnya berkaum.
Ada yang bilang kalau sebetulnya ia anak hartawan yang diguna-guna. Ada juga yang berkisah bahwa ia adalah putra mantan petinggi yang kejam saat berkuasa. Versi lain menyebutkan tentang seorang anak haram artis-tempo-dulu-hamil-diluar-nikah yang seharusnya mampus karena aborsi. Masih banyak cerita-cerita yang kudengar, kesemuanya simpang siur dan tak dapat dibuktikan kebenarannya.

Sampai akhirnya suatu pagi belum lama silam kuterima berita kalau Majnun telah menjadi mayat di emperan toko pekan kota. Jenazahnya akan dikebumikan di kuburan umum pinggiran setelah dishalatkan ba’da Jumat di mesjid raya. Seorang warga keturunan telah menyumbangkan biaya pemakaman si orang gila.
Aku mengikuti seluruh prosesi penyelenggaraan mayat mulai dari memandikan, mengkafani, menyembahyangkan sampai pemakaman. Yang mengantar ternyata cukup banyak. Mulai dari petinggi-petinggi sampai ulama.

Di antara para pengantar terdapat muda mudi yang sebaya dengan almarhum. Mereka ternyata anggota remaja mesjid raya. Aku mencari diraut wajah gadis-gadis pengantar siapa yang tampak paling berduka. Para perwan belia berkerudung itu semua cantik dan sedang tenggelam dalam air mata. Aku tak bisa menentukan satu Laila dari mereka.

Kepada bapak ustadz yang memimpin proses pemakaman aku bertanya:
“Maaf ustadz, siapa di antara mereka yang bernama Laila?”
Bapak ustadz memandangku heran, meskipun akhirnya ia mahfum.
“Maksudmu, Laila yang membuat Majnun gila?”
Aku mengangguk penasaran.

“Tidak satupun dari gadis-gadis itu yang bernama Laila,” jawab pak Ustadz sambil tersenyum misterius.

“Jadi Laila tak hadir di sini?” tanyaku menuntut sebuah kepastian.

“Laila yang dimaksud Majnun bukanlah seorang perempuan, dik” jelas pak Ustadz lagi.
“Bahkan bukan juga manusia……” sambungnya sambil menghela napas.

Aku masih belum paham.

Setelah berpikir sejenak, ia melanjutkan perkataannya.
“Cinta kepada-Nya membuat Majnun bahkan tak mampu menyebut nama-Nya….
Rindu kepada-Nya membuat Majnun gila sehingga lebih mencintai-Nya….
Damba kepada-Nya membuat Majnun semakin jauh dari dunia dan lebih dekat kepada-Nya….”

Pak Ustadz berhenti dan terdiam cukup lama, sebelum menutup dengan kalimat:
“Sekarang Majnun telah pergi untuk bersatu dengan Dia kekasihnya.”

Kuburan itu sepi. Para pengantar sudah lama hilang. Terdengar panggilan shalat Ashar dari surau kecil di kampung dekat tempat pemakaman.
Sebelum beranjak pergi, aku menoleh ke gundukan tanah yang masih baru itu. Di sela-sela kelopak kembang yang ditaburkan gadis-gadis berkerudung tadi, tampak sebatang mawar merah hidup tumbuh dan berbunga indah.

“Pasti ditanam oleh salah satu gadis itu …..,” bisikku dalam hati sambil melangkah keluar gerbang kuburan menuju suara Azan.

-Lalijiwo