Minggu, September 28, 2008

Doa Kasih Terkabul

Bulan Juli lalu, Bunda Kasih terpilih sebagai Guru Taman Kanak-Kanak Berprestasi untuk mewakili Kota Banda Aceh ke tingkat Provinsi. Kalau menjadi pemenang pertama hadiahnya adalah umroh ke tanah suci, selain berangkat ke Jakarta untuk mewakili Provinsi.

Jauh hari sebelumnya aku sudah mewanti-wanti bahwa ia tidak boleh kecewa kalau tidak menjadi juara.

Secara objektif aku yakin istriku bisa menang. Bukan karena aku suaminya, tapi memang karena prestasi-prestasi yang diraih sebelumnya dan kemampuan istriku sebagai guru. Tentu saja KALAU jurinya juga objektif, ha ha ha.
Bahwa ia sampai maju mewakili kota sudah merupakan kejutan buatku. Perlu kujelaskan bahwa Bunda Kasih BUKAN orang Aceh. Tidak perlu ada penjelasan lain. Titik.

Akhirnya seperti dugaanku, istriku gagal meraih juara satu, meski menempati posisi runner up.

Aku menangkap raut kekecewaan pada wajah istriku. Apa lagi demi mengikuti acara pemilihan guru berprestasi tersebut, ia tak bisa menemani Kasih berlibur ke Jakarta.

Sepulang dari hotel tempat acara pemilihan berlangsung (istriku menginap selama 4 hari di hotel) ia menelpon Kasih yang masih di Jakarta bersama Nenek dan Kakeknya.
Setelah melepas rindu lewat suara, terjadi dialog antara ibu dan anak via telpon:

'Nak, Bunda juara dua, bukan juara satu...'
'Dapat hadiah, Bunda?'
'Dapat, nak. Laptop'
'Tapi Bunda nggak jadi umroh?'
'Nggak, nak. Umroh buat yang juara satu'
'Apa gara-gara doa Kasih, ya, makanya Bunda nggak juara satu?'
'Apa doa Kasih, sayang?'
'Kasih berdoa: Ya Tuhan, buatlah Bunda Kasih menang, tapi Kasih sedih kalau Bunda pergi lama-lama....'

Rupanya Kasih sudah diinfokan bahwa kalau menang, maka Bundanya akan pergi cukup lama. Mulai dari mengikuti pemilihan tingkat Nasional di Jakarta kemudian dilanjutkan dengan berangkat umroh. Lamanya kira-kira sebulan penuh.

'Maafin Kasih, ya, Bunda...', anakku meminta maaf kepada Bundanya, karena telah mengajukan doa yang terkabul!

Aku katakan kepada istriku bahwa Tuhan mendengarkan doa Kasih pasti karena ada kebaikan yang terkandung dalam doa tersebut.

'Tidak ada yang perlu dimaafkan, Sayang. Kasih nggak salah, kok. Doa Kasih sudah betul', kata istriku sambil menahan air mata rindu. Kepergian Kasih ke Jakarta adalah perpisahannya yang pertama dengan kami berdua, dan terlama dengan Bundanya.

Minggu, September 14, 2008

How You Sell Soul to a Soulless People Who Sold Their Soul?

Judul Album ke-10 Public Enemy di atas ternyata mengusik jiwaku.
Bagaimana menjual jiwa kepada seseorang yang tidak memiliki jiwa karena telah menjual jiwanya?

Untuk kasus seperti itu, apa yang akan dilakukan para evangelis dan ulama media yang terbiasa menjual 'jiwa' dan berdagang 'hati'? Atau resep mujarab apa yang akan ditawarkan oleh para motivator ulung yang mampu melemparkan uang dari pesawat agar orang-orang dibawahnya tunggang-langgang terjepit-menjepit berebut uang receh?

Atau mungkin dapat mengilhami pakar menemukan 'Quotation' baru, setelah Inteligence Quotation, Emotional Quotation, Spiritual Quotation, Sexual Quotation, Financial Equotation, Criminal Quotation et cetera? (Kalaupun yang aku sebut barusan belum pernah dimunculkan, tak lama lagi akan ada 'pakar' yang menulis buku dan mendirikan lembaga-nya, dan menjadi kaya darinya)

Tentu saja selama masih banyak soulless people yang merasa memiliki jiwa tapi belum tahu cara menjaganya, para evangelis, ulama dan motivator yang digadangkan lewat promosi dagang dan advertising media itu takkan kekurangan pembeli. Berbondong-bondong kita mendatangi ceramah da'i terkenal (yang akan ditayangkan stasiun tv pada slot tayang yang dibeli sponsor da'i kondang tersebut) yang bertutur dengan sejuk tentang perlunya menjaga hati, mengikuti kursus motivasi kejiwaan atau seminar mengukur spiritualitas kita dengan surcharge yang murah -kurang dari 10 jt, karena diadakan di hotel bintang tujuh.
Toh, pulang dari mendengarkan ceramah atau mengikuti kursus/seminar tadi, kita masih bebas untuk selingkuh, menipu, mencuri atau korupsi. Mungkin kita merasa nyaman karena hati dan jiwa kita telah terjaga oleh ceramah dan seminar!

Maka salah seorang ulama yang menjadi ulamanya para ulama pernah berujar: korupsi bukan dosa besar. Dan ternyata ia tersangkut perkara dugaan korupsi...
(jadi ingin menulis LMFAO dalam bentuk kepanjangannya)

Tapi setelah kupikir-pikir, apakah aku masih punya jiwa untuk kujual?
Mungkin aku perlu mengikuti test yang mampu mengukur kadar jiwa.....