Sabtu, Mei 03, 2008

Meet the Geek Mediocre

(Tulisan ini TIDAK berhubungan dengan posting sebelumnya ataupun postingan lain. Siapa bilang mirip? Nggak, ah! Nyenggol aja kagak! Suer!)

Kali pertama kami bertemu di sebuah keudee kupi (kopitiam, haiyya...) yang belum lama opening tapi sudah ramai kastemer. Kami memilih meja nomor 13 di teras belakang. Meja lain penuh dengan pengunjung yang diantaranya masih berpakaian dinas. Ada wajah-wajah yang kukenal, tapi ada juga yang tak kenal maka tak sayang.
Di luar hujan turun keras menghujam tanah. Deru angin meraung menebar daun menghajar atap seng. Dahan dan ranting pohon petai cina basah semua. Beberapa butir bijinya yang menua terbang berharap jatuh di atas kotoran sapi yang berkhasiat sebagai pupuk organik kadar tinggi.
Kesan pertama tentangnya biasa saja, kalau bukan tanpa kesan. Tapi pesannya jelas, teh susu dingin dan telor setengah matang dua butir: diaduk, bukan dikocok. "Takut muncrat," katanya.

"Halfklingon," ia memperkenalkan diri. "Online user name," jelasnya sambil menyedot asap rokok dalam-dalam lewat filter batangan Gudang Garam International (Peringatan Pemerintah: Merokok dapat menyebabkan kanker dst, dst), untuk kemudian terbatuk-batuk: "Uhuk.... uhuk.... uhuk... cuih!"

Sambil mengunyah kue lapis, dengan malu-malu ia membuat pengakuan: "I am a geek."

Rambutnya yang sudah menipis dipotong crew cut. Kumisnya yang berantakan tampak tergaris beberapa helai uban. Aku tak tahu apakah yang bertengger di hidungnya kacamata atau pantat botol.
Dalam usia yang tak muda lagi, jelaslah ia termasuk geek angkatan pertama yang lahir paro awal 60-an.Kelompok ini lahir pada era pancaroba (panca=lima, roba=roboh. pancaroba = roboh di kaki lima -blogger)

Saat itu kondisi sosial ekonomi masyarakat berada di titik nadir.
Negara nyaris bangkrut karena mendanai propaganda 'Ganyang Malaysia' dan operasi 'Rebut Kembali Irian Barat'. Belum lagi proyek-proyek mercusuar yang menguras devisa yang aslinya tidak seberapa.
Rakyat antri beras (eh, sekarang juga, ya?).
Telekomunikasi payah (memang penemuan masih terbatas telegrap, radio tabung dan telepon engkol. Itu juga hanya dikuasai beberapa gelintir elit.)
Atmosfir politik seperti kawah Krakatau yang mau ereksi, eh..., interupsi, eh.... erupsi, eh..., oh, udah bener. Komunis vs Islam, Islam vs Nasionalis, Nasionalis vs Komunis. Persis kisah benci segitiga yang tiada habisnya. Culik-hilang seperti masa Orde Baru terjadi lagi.... (anakronis, ya? Atau deja-vu?)

Bisa dimaklumi jika bayi yang lahir pada masa itu umumnya kurang gizi atau busung lapar. Dampaknya dirasakan sekarang: korupsi merajalela, psikopat dimana-mana, olahraga tak pernah jaya, narapidana jadi anggota dewan atau ketua asosiasi sepakbola, anggota dewan atau mantan walikota jadi narapidana, kemiskinan jadi makalah seminar di hotel berbintang lima, bencana jadi ajang profit taking mumpung selagi bisa.
(Eh, kok jadi kajian ekososial? Masuk lagi, ah! Masih gila!)

Geek generasi pertama ini tumbuh besar bersama Bobo dan Paman Kikuk. Ikut dalam misi mencari orangtua Deni si Manusia Ikan yang hilang.
Berpetualang dalam fantasi komik lokal: Godam, Gundala Putra Petir, Maza Jagoan Kancutan, Si Buta Dari Gua Hantu, Walet Merah, Mandala Siluman Sungai Ular, termasuk Petruk Gareng dari Tumaritis.
Menguak misteri bersama Imung, Lima Sekawan, Trio Detektif, Kojak dan Mannix.
Belajar kungfu di Siaulimpay dan Hoasanpay pada Pendekar Super Sakti Suma Han dan Bu Pun Su Lu Kwan Cu yang seperguruan dengan ngkoh Ping Hoo.
Mengembara di padang prairie bersama Old Shatterhand dan Winnetou berharap mendapatkan Bonanza, ketemunya Laura yang burik dan Marie yang buta tapi cantik.
Mengidolakan Unyil. Tergoda jin Jeanny.
Menuju batas terjauh antariksa di bawah komando Kapten Kirk. Bisa menghilang bareng Invicible Man. Tersesat di angkasa gara-gara Dr. Smith. Maju mundur dalam sejarah lewat Time Tunnel. Ke dasar samudera: Voyage To The Bottom Of The Sea. Irwin Allen abisss!
Nonton bioskopnya: Ateng Kaya Mendadak..., oh, bukan, ya? Apa? Serial Ultraman?

Kembali kepada subyek kita, yang ternyata keberaniannya mengungkapkan jati diri sebagai geek bukanlah sejak dulu.

"Menjelang akhir milenium kedua," desahnya sambil menyeruput teh susu dingin sebelum mencomot ketan bakar dari piring.

"Waktu itu menjadi geek nggak cool. Susah dapet gebetan. Sebelumnya aku selalu berkedok di balik berbagai aktivitas dan pekerjaan."

Menurut pengakuannya, semasa sekolah menengah ia ikut genk kebut-kebutan meskipun tidak punya motor. Waktu kuliah pura-pura aktif di kampus supaya dapat nyicip konsumsi rapat panitia.
Pekerjaan yang pernah dijalani antara lain sebagai guru piano, sales, konsultan bursa komoditi berjangka, mandor pabrik, field supervisor heavy equipment drilling maintenance untuk oil company, kontraktor fisik, supplier mekanikal elektrikal, dan sebagainya.
Meskipun (kadang-kadang) incomenya lumayan, tetapi menurutnya hidup pada waktu itu terasa hampa.

"I was lost in life... ssssh.." , desisnya kepedasan karena makan tahu goreng dengan sambal kemasan.

Kehadiran putrinya hampir sepuluh tahun silam membuatnya sadar bahwa tak mungkin selamanya bersembunyi. Dunia geek yang tadinya hanya hobbi kembali dijalaninya. Dengan semangat empat lima (enam tujuh delapan sembilan sepuluh), Halfklingon kembali melahap baris-baris kode yang telah ditekuni sejak tahun 1983. Mulai saat itu ia resmi terjun bebas ke dalam kancah geek kang ouw.
Awalnya diakui tantangan yang dihadapi sangat berat. Banyak proyek yang dikerjakannya mendapat penghargaan tengkiu. Namun (tak kan mudah bagiku, meninggalkan jejak hidupku yang kan terukir abadi sebagai kenangan yang terindaaah, hoooh...), perlahan-lahan berkat upaya yang ogah-ogahan dan omong besar, tidak sampai setahun pengakuan sebagai anggota komunitas geek diperolehnya juga.

Berapa penghasilan seorang geek lokal?

"Tidak beda dengan hasil survey...." katanya sambil menggigit sepotong roti selai srikaya.

Menurut survey majalah WEB tahun 2002, salary top geek yang bekerja di tech company rata-rata sekitar Rp. 7 juta per bulan. Sedangkan yang bekerja BUKAN di tech company memperoleh salary JAUH DI BAWAH rata-rata tersebut. Umumnya setelah bekerja enam bulan sampai dengan dua tahun, setelah sistem informasi non tech company tersebut berjalan baik, geeknya ditendang.

Halfklingon menenggak habis telor setengah matang.

"Modal begadang," alasannya. Ia melambaikan tangan ke arah waiter keudee dan menoleh padaku.

"Tolong bayarin dulu. Dompetku ketinggalan," katanya sambil berdiri. Tak lupa meraih korek mancis dan bungkus Gudang Garam International (Peringatan Pemerintah: Merokok dapat dst, dst...) serta memasukkannya ke dalam saku baju.

"Sorry, aku duluan. Ditunggu klien penting janjian ketemu di kantor habis magrib," ia meminta maaf sambil menyambar sepotong pisang goreng dan bergegas ke tempat parkir.

Hujan telah reda. Angin berhembus sepoi-sepoi sejuk bikin menggigil yang sedang bugil. Langit semburat lembayung sinyal senja menjelang pelukan malam. Ia masuk ke dalam mobil yang diparkir di bawah pohon petai cina. Sambil memberikan lambaian terakhir, mobilnya mundur keluar parkiran untuk kemudian melaju ke arah pusat kota dan menghilang di tikungan sebelah gereja.

Sambil menerima uang kembalian dari waiter dengan tangan kanan, tanganku yang satunya cebok, eh, menjepitkan sebatang ------- kretek tanpa filter di bibir (mereknya tidak boleh disebut karena bukan pemasang iklan di blog ini- blogger). Saat hendak membakar rokok baru aku sadar bahwa korek mancis yang dikantonginya tadi adalah punyaku.

Geek sialan!

- Oel McHalim

Tidak ada komentar: